Wawancara Dr Tamrin Amal Tomagola di Washington:
Pentolan Konflik Maluku, Satu Mantan, 3 Jenderal Aktif
Jawa Pos, Rabu, August 2, 2000
Washington. Berlarut-larutnya konflik Maluku sama sekali bukan bersumber dari perang antar agama Kristen dan Islam, melainkan lebih pada skenario Angkatan Darat TNI. Agama hanya dipakai sebagai alat, baju, dan Angkatan Darat lah yang memantiknya dengan korek api. Tragedi kemanusiaan yang sudah mengorbankan ribuan nyawa umat Islam dan Kristen di Maluku, harus diakhiri secepatnya. |
Adu domba terhadap kelompok Islam dan Kristen ini pun harus diketahui masyarakat. Dosen FISIP-UI Dr. Tamrin Amal Tomagola menyatakan itu dalam wawancara dengan wartawan Jawa Pos di Washington DC Ramadhan Pohan. Tamrin yang orang Maluku dan beragama Islam, kini berada di Amerika Serikat dan melakukan pelbagai pertemuan. Ilmuwan yang sering terjun ke lapangan ini, berkunjung ke AS ditemani oleh dokter palang merah di Ambon dr Alex H. Manuputty yang berlatar belakang Kristen. Karena berasal dari Kristen dan Islam, Tomagola dan Manuputty sedianya bisa hearing di Kongres AS, namun batal karena DPR-AS baru memasuki reses.
Dr Tamrin Tomagola berani bicara blak-blakan dan memegang sejumlah data penting menyangkut konflik Maluku. Bahkan Tamrin menyebut nama mantan dan para jenderal aktif seperti Wiranto, Daja Suparman, Sudi Silalahi dan Suady Marasabessy sebagai pentolan yang dalam pengadilan HAM bisa diseret. Tamrin bahkan berani menceritakan nada ancaman Djaja Suparman terhadap dirinya ketika bertemu di Jakarta.
Tamrin dan Alex diundang oleh masyarakat kristiani dan muslim Maluku yang berdomisili di Amerika Serikat. Selama di AS, semua agenda diatur oleh Mary Tahapary bekerjasama dengan kantor LSM AS, Human Right Watch di Washington DC.
Selama di AS, DR Tamrin Tomagola dan dr Alex bertemu dengan pihak- pihak kompeten di Deplu-AS, Kongres dan kalangan LSM-LSM terkenal Amerika di Washington DC. Wawancara dengan JP berlangsung di taman Dupont Circle, Tamrin didampingi dr Alex Manuputty, Mary Tahapary Whittinger dan dua pemuda Maluku pendamping.
Berikut petikannya:
JP: Bisa diceritain kedatangan Anda ke Washington DC ini.
Tamrin: Ini murni masyarakat. Waktu saya diundang. Sus Mary kasih tahu bahwa sebenarnya keadaan pembantaian dan pembunuhan yang sekarang berlangsung di Ambon itu, itu tidak bisa ditolerir. Sesuatu harus dilakukan untuk menghentikan itu, bisa dilakukan dari dalam dan bisa juga dengan menggunakan tekanan dari luar. Dalam rangka itu kita datang, menghentikan pembantaian di Ambon, tetapi dengan menggunakan kekuatan dari luar. Kekuatan luar itu bisa bersifat 'force' (kekuatan), dan bisa juga berupa bantuan-bantuan kemanusiaan. Ini yang kita jajaki di sini. Saya mau menerima tawaran ini, karena, betul, bahwa pembantaian di sana sudah berada di luar batas. Dan perkembangan makin hari makin jelek, karena dua pihak yang sebenarnya sangat bertanggung jawab di sana itu: Laskar Jihad dan tentara Angkatan Darat. Ini memperburuk keadaan di sana. Kedua pihak ini harus dihentikan, dan segala macam ulah mereka di sana.
JP: Bertemu dengan siapa saja di Washington DC?
Tamrin: Bertemu dengan beberapa pihak. Karena yang mengorganisir itu Bu Mary, tanya sama dia apakah bersedia memberi tahu siapa yang ditemui.
Pertimbangan kedua saya datang ke sini, orang di Indonesia itu kalau mendengar campur tangan internasional atau bantuan internasional, itu langsung pikirannya bahwa internasional itu berarti Kristen. Kemudian yang datang itu adalah Kristen dari Barat yang mau membantu orang-
orang Kristen di Ambon sana. Pikiran seperti ini terlalu apriori, dan tidak benar. Karena nggak harus otomatis bahwa internasional itu berarti Kristen kan? Nah ada beberapa kemungkinan. Jadi saya pikir, barangkali, diskusi tentang kemungkinan bantuan internasional, itu jangan dianggap lagi diskusi yang tabu. Biasa saja, dan itu sebenarnya suatu hal yang sebenarnya bisa kita perbincangkan.
JP: Pihak di Kongres dan pemerintah AS, pertemuannya bagaimana? Apa yang disampaikan?
Tamrin: Dua-dua nya sudah. Kita sampaikan, menurut penilaian kita secara pribadi masing-masing tanpa membawa nama lembaga, penilaian saya bahwa tragedi di Maluku itu tidak bisa lagi dibatasi sebagai tragedi nasional. Tetapi itu sudah merupakan tragedi kemanusiaan. Karena itu tragedi kemanusiaan, (maka) setiap manusia di dunia itu punya hak untuk mencampuri.
Jadi kalau dirumuskan dalam bahasa Inggris, saya selalu bilang ''Moluccas tragedy is a human tragedy'. Therefore, every human being has the right to interfere. Kedua, tragedi di Maluku, apakah bisa diselesaikan oleh pemerintah nasional kita? Dengan kekuatan nasional kita itu, dengan tentara dan polisi? Nah menurut saya, kekuatan nasional kita itu nggak akan mampu
diselesaikan oleh pemerintah RI dengan menggunakan kekuatan tentara kita dan polisi kita.
JP: Mengapa?
Tamrin: Karena tentara sudah berpihak kepada kelompok Islam dan kemudian membantai kelompok Kristen di Ambon kan? Dalam keadaan di mana aparat negara sudah berpihak kepada salah satu kelompok, itu bukan lagi konflik horizontal. Tetapi sudah ada konflik vertikal dengan pihak aparat negara. Begitu. Jadi, ini bukan lagi social terrorism' saja yang antara sesama kelompok sosial atau kelompok agama. Tetapi ini sudah tambah lagi (menjadi) State Terrorism, di mana aparat negara menembaki dan menghujani mortir desa-desa di sana. Itu nggak bisa dibiarkan.
JP: Lalu?
Tamrin: Jadi, karena itu kalau kita misalnya, secara nasional kita nggak mampu, wajar kan kita minta tolong pada tetangga kita yang paling dekat, ASEAN atau lebih jauh lagi ke negara-negara yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk itu. Saya pikir, lambat atau cepat, kayaknya, pemerintah kita itu pada akhirnya harus minta tolong.
JP: Itu yang disampaikan di Washington DC?
Tamrin: Kemudian kita mengusulkan beberapa langkah ke arah itu. Yaitu, apa artinya bantuan internasional itu. Tadinya banyak orang memakai istiah intervensi internasional. Mungkin karena sekarang kata 'intervensi' itu terlalu keras dan mungkin banyak pihak dalam negeri yang tidak mau-- karena itu menyinggung rasa kebangaan dan kedaulatan nasional-- (maka) sebenarnya kita bisa pakai istilah 'international partnership' (Kemitraan Internasional). Jadi tekanannya pada 'kemitraan' dan bukan 'intervensi'. Kalau pun nanti masuk kekuatan-kekuatan dari luar, itu sebagaian dari yang luar itu (akan) kerjasama dengan yang di dalam.
JP: Maksudnya?
Tamrin: Jadi misalnya NGO internasional kerjasama dengan NGO nasional. Lalu international force, itu bekerjasama dengan national force. Jadi ada kombinasi. Sehingga yang masuk ke Maluku itu bukan semata-mata internasional. Bukan. Tetapi semacam kemitraan internasional. Itu kalau misalnya keadaan tidak makin buruk. Kalau keadaan makin buruk dan tidak ada pihak Indonesia yang bisa bersikap netral, memang sudah agak susah.
Dr Tamrin Tomagola berani bicara blak-blakan dan memegang sejumlah data penting menyangkut konflik Maluku. Bahkan Tamrin menyebut nama mantan dan para jenderal aktif seperti Wiranto, Daja Suparman, Sudi Silalahi dan Suady Marasabessy sebagai pentolan yang dalam pengadilan HAM bisa diseret. Tamrin bahkan berani menceritakan nada ancaman Djaja Suparman terhadap dirinya ketika bertemu di Jakarta.
Tamrin dan Alex diundang oleh masyarakat kristiani dan muslim Maluku yang berdomisili di Amerika Serikat. Selama di AS, semua agenda diatur oleh Mary Tahapary bekerjasama dengan kantor LSM AS, Human Right Watch di Washington DC.
Selama di AS, DR Tamrin Tomagola dan dr Alex bertemu dengan pihak- pihak kompeten di Deplu-AS, Kongres dan kalangan LSM-LSM terkenal Amerika di Washington DC. Wawancara dengan JP berlangsung di taman Dupont Circle, Tamrin didampingi dr Alex Manuputty, Mary Tahapary Whittinger dan dua pemuda Maluku pendamping.
Berikut petikannya:
JP: Bisa diceritain kedatangan Anda ke Washington DC ini.
Tamrin: Ini murni masyarakat. Waktu saya diundang. Sus Mary kasih tahu bahwa sebenarnya keadaan pembantaian dan pembunuhan yang sekarang berlangsung di Ambon itu, itu tidak bisa ditolerir. Sesuatu harus dilakukan untuk menghentikan itu, bisa dilakukan dari dalam dan bisa juga dengan menggunakan tekanan dari luar. Dalam rangka itu kita datang, menghentikan pembantaian di Ambon, tetapi dengan menggunakan kekuatan dari luar. Kekuatan luar itu bisa bersifat 'force' (kekuatan), dan bisa juga berupa bantuan-bantuan kemanusiaan. Ini yang kita jajaki di sini. Saya mau menerima tawaran ini, karena, betul, bahwa pembantaian di sana sudah berada di luar batas. Dan perkembangan makin hari makin jelek, karena dua pihak yang sebenarnya sangat bertanggung jawab di sana itu: Laskar Jihad dan tentara Angkatan Darat. Ini memperburuk keadaan di sana. Kedua pihak ini harus dihentikan, dan segala macam ulah mereka di sana.
JP: Bertemu dengan siapa saja di Washington DC?
Tamrin: Bertemu dengan beberapa pihak. Karena yang mengorganisir itu Bu Mary, tanya sama dia apakah bersedia memberi tahu siapa yang ditemui.
Pertimbangan kedua saya datang ke sini, orang di Indonesia itu kalau mendengar campur tangan internasional atau bantuan internasional, itu langsung pikirannya bahwa internasional itu berarti Kristen. Kemudian yang datang itu adalah Kristen dari Barat yang mau membantu orang-
orang Kristen di Ambon sana. Pikiran seperti ini terlalu apriori, dan tidak benar. Karena nggak harus otomatis bahwa internasional itu berarti Kristen kan? Nah ada beberapa kemungkinan. Jadi saya pikir, barangkali, diskusi tentang kemungkinan bantuan internasional, itu jangan dianggap lagi diskusi yang tabu. Biasa saja, dan itu sebenarnya suatu hal yang sebenarnya bisa kita perbincangkan.
JP: Pihak di Kongres dan pemerintah AS, pertemuannya bagaimana? Apa yang disampaikan?
Tamrin: Dua-dua nya sudah. Kita sampaikan, menurut penilaian kita secara pribadi masing-masing tanpa membawa nama lembaga, penilaian saya bahwa tragedi di Maluku itu tidak bisa lagi dibatasi sebagai tragedi nasional. Tetapi itu sudah merupakan tragedi kemanusiaan. Karena itu tragedi kemanusiaan, (maka) setiap manusia di dunia itu punya hak untuk mencampuri.
Jadi kalau dirumuskan dalam bahasa Inggris, saya selalu bilang ''Moluccas tragedy is a human tragedy'. Therefore, every human being has the right to interfere. Kedua, tragedi di Maluku, apakah bisa diselesaikan oleh pemerintah nasional kita? Dengan kekuatan nasional kita itu, dengan tentara dan polisi? Nah menurut saya, kekuatan nasional kita itu nggak akan mampu
diselesaikan oleh pemerintah RI dengan menggunakan kekuatan tentara kita dan polisi kita.
JP: Mengapa?
Tamrin: Karena tentara sudah berpihak kepada kelompok Islam dan kemudian membantai kelompok Kristen di Ambon kan? Dalam keadaan di mana aparat negara sudah berpihak kepada salah satu kelompok, itu bukan lagi konflik horizontal. Tetapi sudah ada konflik vertikal dengan pihak aparat negara. Begitu. Jadi, ini bukan lagi social terrorism' saja yang antara sesama kelompok sosial atau kelompok agama. Tetapi ini sudah tambah lagi (menjadi) State Terrorism, di mana aparat negara menembaki dan menghujani mortir desa-desa di sana. Itu nggak bisa dibiarkan.
JP: Lalu?
Tamrin: Jadi, karena itu kalau kita misalnya, secara nasional kita nggak mampu, wajar kan kita minta tolong pada tetangga kita yang paling dekat, ASEAN atau lebih jauh lagi ke negara-negara yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk itu. Saya pikir, lambat atau cepat, kayaknya, pemerintah kita itu pada akhirnya harus minta tolong.
JP: Itu yang disampaikan di Washington DC?
Tamrin: Kemudian kita mengusulkan beberapa langkah ke arah itu. Yaitu, apa artinya bantuan internasional itu. Tadinya banyak orang memakai istiah intervensi internasional. Mungkin karena sekarang kata 'intervensi' itu terlalu keras dan mungkin banyak pihak dalam negeri yang tidak mau-- karena itu menyinggung rasa kebangaan dan kedaulatan nasional-- (maka) sebenarnya kita bisa pakai istilah 'international partnership' (Kemitraan Internasional). Jadi tekanannya pada 'kemitraan' dan bukan 'intervensi'. Kalau pun nanti masuk kekuatan-kekuatan dari luar, itu sebagaian dari yang luar itu (akan) kerjasama dengan yang di dalam.
JP: Maksudnya?
Tamrin: Jadi misalnya NGO internasional kerjasama dengan NGO nasional. Lalu international force, itu bekerjasama dengan national force. Jadi ada kombinasi. Sehingga yang masuk ke Maluku itu bukan semata-mata internasional. Bukan. Tetapi semacam kemitraan internasional. Itu kalau misalnya keadaan tidak makin buruk. Kalau keadaan makin buruk dan tidak ada pihak Indonesia yang bisa bersikap netral, memang sudah agak susah.
JP: Tekanan dari luar itu berarti bisa pasukan, begitu?
Tamrin: Kalau saya pikir, barangkali jangan juga pakai kata tekanan. Kata-kata seperti 'intervention' dan 'pressure' itu kan nanti orang- orang Indonesia merasa, terutama kelompok Islam, akan merasa ada sesuatu kekuatan asing yang mencoba mencampuri dan menekan kita. Kata 'partnership' itu, saya kira paling bagus. Yakni bukan melulu kekuatan asing, tetapi juga termasuk kita. LANJUTAN » |
|