LANJUTAN
Wawancara Dr Tamrin Amal Tomagola di Washington:
Pentolan Konflik Maluku, Satu Mantan, 3 Jenderal Aktif
JP: Konkritnya?
Tamrin: Step yang kita usulkan itu begini. Pertama, International Red Cross (Palang Merah Internasional). Itu harus dibolehkan masuk ke Ambon, masuk untuk tujuan kemanusiaan. Kedua, kita minta supaya NGO internasional dan NGO nasional jangan dilarang untuk berkiprah untuk tujuan-tujuan kemanusiaan di Ambon. Dua langkah ini, ini harus dilakukan sebelum Sidang Tahunan MPR. Karena, sambil kita ngomong ini sekarang di sini, orang mati di Maluku. Jadi dua pihak ini, harus dimasukkan segera. Pada saat petugas-petugas ini masuk, baik dari Palang Merah internasional, NGO internasional dan NGO nasional, mereka harus diberi jaminan keamanan minimum. Untuk jaminan keamanan ini,barulah kita ngomong tentang international force dan national force.
JP: Maksudnya?
Tamrin: Sekarang kan Amerika Serikat dengan militer Indonesia sedang melakukan latihan di Surabaya dan Jakarta (Marinir). Sebagian dari mereka itu kan sebenarnya bisa dibawa ke Maluku untuk menjaga keamanan petugas-petugas kemanusiaan tadi. Karena ada 35 ribu orang Ambon Kristen yang sedang (terancam, red), di hutan antara Wai dan Paso (Gunung-gunung di Ambon, Buru dan Seram, ditambahkan sendiri oleh dr Alex Manuputty, red). Mereka terjebak dan memang lari. Kalau mereka turun ke pantai, mereka dibantai. Jadi, palang merah internasional, NGO internasional dan NGO nasional mustinya harus dijamin keamanannya oleh suatu 'special force'. Sesudah itu, kita juga minta supaya Sekjen PBB itu menunjuk atau mengangkat suatu special envoy untuk melakukan rapid assesment di sana. Jadi, kemungkinan international intervention dengan internasional force, itu kemungkinan yang paling akhir. Special envoy itu, bagusnya diambil dari negara Islam, misalnya Pakistan. Supaya ini menetralisir kekuatiran orang Islam di Indonesia.
JP: Bagaimana tanggapan dari pihak di Kongres?
Tamrin: kalau prinsip-prinsip tadi bahwa ini tragedi kemanusiaan, itu setuju. Tetapi gagasan kita mengenai jalan keluar, itu mereka lebih banyak mendengarkan dan pikirkan. Jadi tidak ada suatu jaminan apa gitu, nggak.
JP: Bagaimana dengan kolaborasi Laskar Jihad dan faksi di dalam militer?
Tamrin: Itu Angkatan Darat sebenarnya. Kalau bilang lebih jelas, bilang Angkatan Darat.
JP: Apakah itu disampaikan juga dengan pihak Washington soal kolaborasi itu?
Tamrin: Nggak perlu ya.Hal yang kayak itu nggak perlu disampaikan. Itu urusan di dalam. Soal siapa di belakang itu, itu nanti kita usahakan di dalam negeri lah.
JP: Kongresman AS, Joseph Pitts mengatakan konflik Maluku juga sebagai isu agama. Dia mengaitkan ini dengan Amien Rais yang ditudingnya mendukung Laskar Jihad.
Tamrin: Sebenarnya, kemarin, dalam penjelasan saya, saya selalu menganalogikan agama dan suku itu sebenarnya diapakai sebagai sumbu untuk membakar. Masalah dasarnya itu sebenarnya bukan di agama, tetapi sebenarnya soal ketidakadilan yang dialami oleh umat Kristen di Maluku selama 10 tahun terakhir ini. Karena mereka memang banyak didorong keluar dari berbagai macam lembaga. Dimarginalkan. Jadi bisa dimengerti kalau mereka. Agama hanya dipakai sebagai kemasan.
JP: Isu agama hanya dipakai?
Tamrin: Isu yang mendasar sebenarnya bukan agama.
JP: Tetapi yang terjadi kan, pihak Kristen dan Islam saling bunuh di Maluku?
Tamrin: Itu kan pintarnya intelijen Angkatan Darat. Mengobah itu dan mengadu-domba itu. Kita (Tamrin menyebut suatu lembaga, red) mempunyai data cukup banyak itu. Bahwa ini semua pekerjaan intelijen Angkatan Darat. Jadi begini. Di suatu tempat itu banyak jerami kering-- yaitu pertikaian konflik antar kelompok di suatu tempat tertentu. Angkatan Darat tahu itu, (lalu) datang bawa geretan (korek api, red), (lalu) dia sulut. Itu sebenarnya yang disesalkan. Konflik itu tidak diselesaikan secara baik-baik, tetapi kemudian diselesaikan dengan kekerasan. Kontribusinya Angkatan Darat itu di situ. Jadi wacananya itu jangan didorong ke wacana Islam-Kristen. Sebenarnya Islam-Kristen dua-duanya diperalat oleh tentara, untuk diadu-domba. Untuk agenda mereka (AD, red) sendiri.
JP: Apa agenda tentara itu?
Tamrin: Kalau saya melihat, ada tiga agenda mereka itu. Mereka itu kan akan kehilangan dwifungsi di tingkat politik nasional. Untuk itu mereka harus cari substitusi di akar rumput yang mantap. Substitusi itu adalah territorial grip (cengkeraman teritorial). Cengkeraman teritorial itu hanya bisa di dapat kalau di suatu tempat ada kerusuhan, kemudian dikirim tentara. Makin banyak tentara, sampai suatu saat jumlah tentara itu tidak pantas lagi dengan status daerah militer. Yang tadinya itu Kodim, kalau di situ sudah enam batalion (maka) harus naik (ke) Korem. Tadinya Korem, kalau di situ sudah 16 batalion, naik lagi Kodam. Itu kan berarti territorial grip
dari militer makin mantap. Walaupun di tingkat nasional, mereka kehilangan dwifungsi itu.
JP: Agenda kedua?
Tamrin: Agenda kedua, itu sebenarnya banyak jenderal terkait dengan Soeharto, itu sangat ketakutan dengan penyeretan Soeharto ke pengadilan. Karena kalau Soeharto diseret diadili, itu sama dengan kita membuka penutup 'pandora box (kotak pandora). Begitu dibuka, maka semuanya terurai. Dan yang terurai itu adalah birokrat-birokrat sipil dan militer yang selama ini memang mendukung dia. Oleh sebab itu, pengadilan Soeharto itu, selama mungkin diulur. Buying time, ulur waktu terus. Jadi tujuannya untuk mengalihkan pemerintah pusat, sehingga sibuk dengan itu, lalu masalah ini tidak diutik-utik. Gitu.
JP: Agenda ketiga?
Tamrin: Agenda ketiga. Ini lebih mutakhir, lebih kontemporer. Yaitu pada saat jenderal-jenderal yang terlibat dalam kejahatan di Timtim diseret ke KPP HAM. Penyeretan jenderal-jenderal itu sebenarnya bisa distop oleh Gus Dur. Tetapi Gus Dur tidak menyetop itu. Itu membuat tentara marah, jenderal-jenderal marah. Pihak kedua yang membuat mereka marah adalah Komnas HAM, karena berani-beraninya menyeret jenderal-jenderal ke Komnas HAM. Negara kita ini kan mayoritas nya Islam. Kemudian kalau terjadi suatu pembantaian terhadap umat Islam di suatu tempat tertentu, umat Islam seluruh Indonesia akan bangkit. Coba kita lihat, bulan Desember-Januari, pada waktu umat Islam di Halmahera dibantai, itu hanya berjarak satu minggu, ada apel akbar di Monas yang di situ Amien Rais datang. Itu kan jelas itu. Waktu Apel Akbar itu, itu kan Gus Dur bilang, ''Ini orang-orang mau menggoyang saya', gitu. Jadi dampaknya yang dinginkan itu sebenarnya dampak di tingkat nasional. Dengan cara membantai umat Islam yang ada di Halmahera Utara itu. Umat Kristen hanya dipakai untuk sebagai pembantai. Sebenarnya bukan mereka, yang menyuruh-nyuruh ini adalah tentara.
JP: Di masyarakat soal ini masih kabur, siapa yang bertanggung jawab dalam pembantaian Maluku ini. Kenapa kita tidak ada keberanian menyebut nama orang, lembaga? Apakah Panglima TNI, KASAD atau siapa?
Tamrin: Saya kira, kita tunjuk saja kelompoknya. Ini kelompok Wiranto (mantan Pangab, red) , kelompok Sudi Silalahi ( Pangdam V Brawijaya Mayjen Sudi Silalahi, red) , kemudian kelompok Suady Marasabessy (Kasum TNI Letjen Suady Marasabessy, red), kelompok Djaja Suparman
(mantan Pangkostrad yang kini menjabat Dansesko TNI, red), dan juga orang-orang itu, yang di belakang ini semua.
JP: Mereka itu masih bermain?
Tamrin: Iya. Dan dana yang dicurahkan itu, besar.
JP: Penyandang dananya siapa?
Tamrin: Penyandang dananya itu, kalau menurut George Junus Aditjondro, menduga dari kelompok kroni-kroni Soeharto. Konglomerat. Sekarang ditambah lagi dugaan bahwa itu Fuad Bawazier, Ginandjar Kartasasmita, orang-orang dari Poros Tengah itu. Memang pihak Poros
LANJUTAN »
Tamrin: Step yang kita usulkan itu begini. Pertama, International Red Cross (Palang Merah Internasional). Itu harus dibolehkan masuk ke Ambon, masuk untuk tujuan kemanusiaan. Kedua, kita minta supaya NGO internasional dan NGO nasional jangan dilarang untuk berkiprah untuk tujuan-tujuan kemanusiaan di Ambon. Dua langkah ini, ini harus dilakukan sebelum Sidang Tahunan MPR. Karena, sambil kita ngomong ini sekarang di sini, orang mati di Maluku. Jadi dua pihak ini, harus dimasukkan segera. Pada saat petugas-petugas ini masuk, baik dari Palang Merah internasional, NGO internasional dan NGO nasional, mereka harus diberi jaminan keamanan minimum. Untuk jaminan keamanan ini,barulah kita ngomong tentang international force dan national force.
JP: Maksudnya?
Tamrin: Sekarang kan Amerika Serikat dengan militer Indonesia sedang melakukan latihan di Surabaya dan Jakarta (Marinir). Sebagian dari mereka itu kan sebenarnya bisa dibawa ke Maluku untuk menjaga keamanan petugas-petugas kemanusiaan tadi. Karena ada 35 ribu orang Ambon Kristen yang sedang (terancam, red), di hutan antara Wai dan Paso (Gunung-gunung di Ambon, Buru dan Seram, ditambahkan sendiri oleh dr Alex Manuputty, red). Mereka terjebak dan memang lari. Kalau mereka turun ke pantai, mereka dibantai. Jadi, palang merah internasional, NGO internasional dan NGO nasional mustinya harus dijamin keamanannya oleh suatu 'special force'. Sesudah itu, kita juga minta supaya Sekjen PBB itu menunjuk atau mengangkat suatu special envoy untuk melakukan rapid assesment di sana. Jadi, kemungkinan international intervention dengan internasional force, itu kemungkinan yang paling akhir. Special envoy itu, bagusnya diambil dari negara Islam, misalnya Pakistan. Supaya ini menetralisir kekuatiran orang Islam di Indonesia.
JP: Bagaimana tanggapan dari pihak di Kongres?
Tamrin: kalau prinsip-prinsip tadi bahwa ini tragedi kemanusiaan, itu setuju. Tetapi gagasan kita mengenai jalan keluar, itu mereka lebih banyak mendengarkan dan pikirkan. Jadi tidak ada suatu jaminan apa gitu, nggak.
JP: Bagaimana dengan kolaborasi Laskar Jihad dan faksi di dalam militer?
Tamrin: Itu Angkatan Darat sebenarnya. Kalau bilang lebih jelas, bilang Angkatan Darat.
JP: Apakah itu disampaikan juga dengan pihak Washington soal kolaborasi itu?
Tamrin: Nggak perlu ya.Hal yang kayak itu nggak perlu disampaikan. Itu urusan di dalam. Soal siapa di belakang itu, itu nanti kita usahakan di dalam negeri lah.
JP: Kongresman AS, Joseph Pitts mengatakan konflik Maluku juga sebagai isu agama. Dia mengaitkan ini dengan Amien Rais yang ditudingnya mendukung Laskar Jihad.
Tamrin: Sebenarnya, kemarin, dalam penjelasan saya, saya selalu menganalogikan agama dan suku itu sebenarnya diapakai sebagai sumbu untuk membakar. Masalah dasarnya itu sebenarnya bukan di agama, tetapi sebenarnya soal ketidakadilan yang dialami oleh umat Kristen di Maluku selama 10 tahun terakhir ini. Karena mereka memang banyak didorong keluar dari berbagai macam lembaga. Dimarginalkan. Jadi bisa dimengerti kalau mereka. Agama hanya dipakai sebagai kemasan.
JP: Isu agama hanya dipakai?
Tamrin: Isu yang mendasar sebenarnya bukan agama.
JP: Tetapi yang terjadi kan, pihak Kristen dan Islam saling bunuh di Maluku?
Tamrin: Itu kan pintarnya intelijen Angkatan Darat. Mengobah itu dan mengadu-domba itu. Kita (Tamrin menyebut suatu lembaga, red) mempunyai data cukup banyak itu. Bahwa ini semua pekerjaan intelijen Angkatan Darat. Jadi begini. Di suatu tempat itu banyak jerami kering-- yaitu pertikaian konflik antar kelompok di suatu tempat tertentu. Angkatan Darat tahu itu, (lalu) datang bawa geretan (korek api, red), (lalu) dia sulut. Itu sebenarnya yang disesalkan. Konflik itu tidak diselesaikan secara baik-baik, tetapi kemudian diselesaikan dengan kekerasan. Kontribusinya Angkatan Darat itu di situ. Jadi wacananya itu jangan didorong ke wacana Islam-Kristen. Sebenarnya Islam-Kristen dua-duanya diperalat oleh tentara, untuk diadu-domba. Untuk agenda mereka (AD, red) sendiri.
JP: Apa agenda tentara itu?
Tamrin: Kalau saya melihat, ada tiga agenda mereka itu. Mereka itu kan akan kehilangan dwifungsi di tingkat politik nasional. Untuk itu mereka harus cari substitusi di akar rumput yang mantap. Substitusi itu adalah territorial grip (cengkeraman teritorial). Cengkeraman teritorial itu hanya bisa di dapat kalau di suatu tempat ada kerusuhan, kemudian dikirim tentara. Makin banyak tentara, sampai suatu saat jumlah tentara itu tidak pantas lagi dengan status daerah militer. Yang tadinya itu Kodim, kalau di situ sudah enam batalion (maka) harus naik (ke) Korem. Tadinya Korem, kalau di situ sudah 16 batalion, naik lagi Kodam. Itu kan berarti territorial grip
dari militer makin mantap. Walaupun di tingkat nasional, mereka kehilangan dwifungsi itu.
JP: Agenda kedua?
Tamrin: Agenda kedua, itu sebenarnya banyak jenderal terkait dengan Soeharto, itu sangat ketakutan dengan penyeretan Soeharto ke pengadilan. Karena kalau Soeharto diseret diadili, itu sama dengan kita membuka penutup 'pandora box (kotak pandora). Begitu dibuka, maka semuanya terurai. Dan yang terurai itu adalah birokrat-birokrat sipil dan militer yang selama ini memang mendukung dia. Oleh sebab itu, pengadilan Soeharto itu, selama mungkin diulur. Buying time, ulur waktu terus. Jadi tujuannya untuk mengalihkan pemerintah pusat, sehingga sibuk dengan itu, lalu masalah ini tidak diutik-utik. Gitu.
JP: Agenda ketiga?
Tamrin: Agenda ketiga. Ini lebih mutakhir, lebih kontemporer. Yaitu pada saat jenderal-jenderal yang terlibat dalam kejahatan di Timtim diseret ke KPP HAM. Penyeretan jenderal-jenderal itu sebenarnya bisa distop oleh Gus Dur. Tetapi Gus Dur tidak menyetop itu. Itu membuat tentara marah, jenderal-jenderal marah. Pihak kedua yang membuat mereka marah adalah Komnas HAM, karena berani-beraninya menyeret jenderal-jenderal ke Komnas HAM. Negara kita ini kan mayoritas nya Islam. Kemudian kalau terjadi suatu pembantaian terhadap umat Islam di suatu tempat tertentu, umat Islam seluruh Indonesia akan bangkit. Coba kita lihat, bulan Desember-Januari, pada waktu umat Islam di Halmahera dibantai, itu hanya berjarak satu minggu, ada apel akbar di Monas yang di situ Amien Rais datang. Itu kan jelas itu. Waktu Apel Akbar itu, itu kan Gus Dur bilang, ''Ini orang-orang mau menggoyang saya', gitu. Jadi dampaknya yang dinginkan itu sebenarnya dampak di tingkat nasional. Dengan cara membantai umat Islam yang ada di Halmahera Utara itu. Umat Kristen hanya dipakai untuk sebagai pembantai. Sebenarnya bukan mereka, yang menyuruh-nyuruh ini adalah tentara.
JP: Di masyarakat soal ini masih kabur, siapa yang bertanggung jawab dalam pembantaian Maluku ini. Kenapa kita tidak ada keberanian menyebut nama orang, lembaga? Apakah Panglima TNI, KASAD atau siapa?
Tamrin: Saya kira, kita tunjuk saja kelompoknya. Ini kelompok Wiranto (mantan Pangab, red) , kelompok Sudi Silalahi ( Pangdam V Brawijaya Mayjen Sudi Silalahi, red) , kemudian kelompok Suady Marasabessy (Kasum TNI Letjen Suady Marasabessy, red), kelompok Djaja Suparman
(mantan Pangkostrad yang kini menjabat Dansesko TNI, red), dan juga orang-orang itu, yang di belakang ini semua.
JP: Mereka itu masih bermain?
Tamrin: Iya. Dan dana yang dicurahkan itu, besar.
JP: Penyandang dananya siapa?
Tamrin: Penyandang dananya itu, kalau menurut George Junus Aditjondro, menduga dari kelompok kroni-kroni Soeharto. Konglomerat. Sekarang ditambah lagi dugaan bahwa itu Fuad Bawazier, Ginandjar Kartasasmita, orang-orang dari Poros Tengah itu. Memang pihak Poros
LANJUTAN »