Moluccas International Campaign for Human Rights
  • THESE ARE THE MOLUCCAN ISLANDS: FACTS & OPINIONS
  • MELANESIA VERSUS INDONESIA
  • ABOUT MOLUCCAS INTERNATIONAL CAMPAIGN FOR HUMAN RIGHTS
  • REPRESSION OF A BASIC HUMAN RIGHT IN MALUKU: FREEDOM OF POLITICAL EXPRESSION
  • TOP STORIES
  • SOUTH MOLUCCAS ISLANDS’ ILLEGAL OCCUPATION BY JAKARTA
  • MOLUCCAS SOVEREIGNTY FRONT - FRONT KEDAULATAN MALUKU (FKM)
  • LETTERS DR. ALEXANDER H. MANUPUTTY TO THE UN & HEADS OF STATE AND GOVERNMENT AND AMNESTY INTERNATIONAL
  • PESTA DEMOKRASI: FRONT KEDAULATAN MALUKU MENUNTUT PENGEMBALIAN KEDAULATAN RMS 25 APRIL 1950 – 25 APRIL 2014
  • PHOTOS FKM-RMS DEMONSTRATION IN FRONT OF PARLIAMENT HOUSE OF ADELAIDE, AUSTRALIA ON OCTOBER 26, 2010 & SEPTEMBER 7, 2010
  • PROKLAMASI NEGARA REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)
  • MAFIA HUKUM INDONESIA - JUDICIAL MAFIA
  • INDONESIAN PRESIDENT JOKO “JOKOWI” WIDODO SURROUNDED BY KILLERS & RENT-SEEKERS
  • GOLPUT & KORUPSI POLITIK di INDONESIA dan PEMILIHAN 2014 - NON VOTERS / THE WHITE GROUP & POLITICAL CORRUPTION in INDONESIA and the 2014 ELECTIONS
  • INDONESIA = REPUBLIK MALING & KEBOHONGAN REZIM SBY
  • CORRUPTION - POVERTY & UNDERDEVELOPMENT IN THE MOLUCCAS – KORUPSI - KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN DI MALUKU
  • PALM OIL PLANTATION CRIME IN INDONESIA AND ITS CORRUPT POLITICAL MACHINE
  • MASELA - OIL AND GAS BLOCKS CAN LIBERATE MALUKU FROM POVERTY
  • ILLEGAL GOLD RUSH ON BURU ISLAND IN THE MOLUCCAS
  • SAVE ARU ISLANDS
  • SAVE ROMANG
  • SUSILO BAMBANG YUDHOYONO AND HIS GENERALS
  • INDONESIAN MILITARY INVOLVEMENT WITH AGGRESSIVE MINING, ILLEGAL LOGGING AND ILLEGAL FISHING IN THE MOLUCCAS
  • LASKAR JIHAD - SUHARTO COMPANIONS AND THE MOLUCCAN CIVIL WAR - JUSTICE DEMAND
  • MOLUCCAS: GENOCIDE ON THE SLY – INDONESIA’S TRANSMIGRATION AND ISLAMISATION PROGRAM
  • OUR CAMPAIGN & CONTACT MICHR
  • ECOLOGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN THE MOLUCCAS
  • DISPLACED PEOPLE IN THE MOLUCCAS - PENGUNGSI DI MALUKU
  • INSIDE INDONESIA’S WAR ON TERROR
  • TNI, BRIMOB AND STATE TERROR IN THE MOLUCCAS
  • IMPUNITY AND THE INDONESIAN MASTERS OF TERROR
  • STOP KILLING - ASSAULTING and KIDNAPPING JOURNALISTS IN INDONESIA
  • 8 March - International Women's Day
  • 26-june---un-international-day-in-support-of-victims-of-torture
  • 9 August - UN INTERNATIONAL DAY OF THE WORLD’S INDIGENOUS PEOPLES
  • RIGHTS OF INDIGENOUS PEOPLES - HAK ASASI MASYARAKAT ADAT
  • THE DUTCH - INDONESIA CORPORATE CONNECTION
  • LIBERATING OUR COLONIAL MINDSET
  • UNPO: IN PURSUIT OF THE RIGHT TO SELF-DETERMINATION
  • NKRI DIDIRIKAN DI ATAS KONSEP YANG SALAH
  • GAJAH DENGAN GAJAH BERLAGA, ORANG MALUKU MATI DI TENGAH - TENGAH
  • THE PLAYERS BEHIND THE MALUKU MADNESS

Gajah Dengan Gajah Berlaga, Orang Maluku Mati di Tengah - Tengah

Oleh George J. Aditjondro
 Date: Sun, 23 Jan 2000 
​

TRADISI TNI untuk merekayasa kerusuhan sosial, dan secara sefihak berusaha menggemboskan dinamika masyarakat sipil yang sudah ada dengan menciptakan atau mendukung organisasi-organisasi baru yang berkiblat pada kepentingan tentara, semakin relevan saat ini.
​Belakangan ini, setelah ABRI terpaksa meninggalkan bumi TimorLoro Sa'e yang 
► ARTIKEL TERKAIT◄► ARTIKEL TERKAIT◄► ARTIKEL TERKAIT◄
ORANG-ORANG JAKARTA DI BALIK TRAGEDI MALUKU   oleh: George J. Aditjondro
Date: Thu, 7 Jun 2001 
Picture
Picture
sudah mereka jarah selama hampir seperempat abad, dan setelah kesuksesan untuk menghapus doktrin dwifungsi ABRI begitu mempengaruhi legitimasi sosial rezim Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri, cara-cara lama untuk mengobarkan 'konflik horizontal' semakin digalakkan.

​Sudah lebih dari setahun, penduduk kepulauan Maluku, yang baru saja dipecah dua menjadi propinsi Maluku yang berpusat di Ambon dan propinsi Maluku Utara yang berpusat di Ternate,
terlibat dalam 'perang saudara' antara kaum Muslimin dan Nasrani. Korban jiwa sudah mencapai 2.000 jiwa, cukup tinggi untuk kepulauan yang hanya berpenduduk dua juta jiwa.
 
Sesudah berita bisik-bisik selama setahun, apa yang sudah lama tersebar di internet akhirnya mencuat juga ke media umum. Rangkaian kerusuhan antar kelompok agama di Maluku -- yang
kini sudah merembet ke Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa -- dipicu dan terus diberi amunisi oleh sejumlah provokator yang dibiayai oleh keluarga dan sejumlah kroni Suharto. Begitulah hasil pantauan sosiolog asal Halmahera, Thamrin Amal Tomagola, yang juga dosen FISIP UI, serta dua organisasi hak-hak asasi manusia, KONTRAS dan Komnas HAM. Sinyalemen itu semakin santer, setelah Komnas HAM menemukan dokumen-dokumen palsu di jalan-jalan di kota Ambon yang berisi hasutan perang antar agama, setelah beberapa kejadian berdarah di sana (Sydney Morning Herald, 15 Januari 2000).
 
Tiga orang provokator di Maluku yang banyak disebut-sebut adalah Butje Sarpara, Dicky Wattimena dan Yorris Raweyai. Sarpara adalah seorang bekas guru di Maluku Utara, yang pernah juga menjabat sebagai kepala Dinas Agraria di Jayapura (kini: Port Numbay) di Papua Barat. Kolonel Wattimena adalah seorang bekas anggota PASWALPRES yang pernah menjabat sebagai Walikota Ambon. Yorris Raweyai, adalah wakil ketua Pemuda Pancasila, dan akrab dengan Bambang Trihatmodjo, putera kedua bekas Presiden Suharto (Jakarta Post, 18 Januari 2000; Sydney Morning Herald, 19 Januari 2000).
 
Para provokator itu tentunya tidak bekerja sendirian. Lebih-lebih Yorris Raweyai, yang resminya bertempat tinggal di Jakarta, tapi bersama ketuanya, Yapto Suryosumarno juga diberitakan terlibat adu domba antar kelompok etnis di berbagai propinsi lain, misalnya di Kalimantan Barat, di mana kelompok etnis Melayu dan Dayak -- yang tahun lalu sama-sama angkat senjata melawan migran Madura -- kini sudah mulai terlibat konflik berdarah (Siar, 16 April 1999).
Di Ambon sendiri, para provokator itu tinggal "menggosok" kelompok-kelompok pemuda brandalan (gang) yang Nasrani maupun yang Muslim untuk memicu pertempuran. Kelompok-kelompok itu sendiri, pada gilirannya juga punya "boss" di Jakarta, yang pada gilirannya berusaha "merayu" anak-anak Suharto untuk mendukung mereka.
 
Kelompok brandal Nasrani bernama Cowok Keristen, disingkat Coker, bermarkas di gereja Protestan Maranatha. Di Jakarta, koneksi mereka adalah dua orang pemuda Maluku Kristen, Milton Matuanakota dan Ongky Pieters. Kelompok pemuda Maluku Kristen itu menguasai pusat perbelanjaan, lapangan parkir, dan sarang judi di Jakarta Barat Laut. Setelah peristiwa Ketapang di Jakarta, bulan November 1998, ratusan anak buah Milton dan Ongky hijrah ke Ambon.
 
Lawan kelompok Milton dan Ongky di Jakarta adalah Ongen Sangaji, aktivis Pemuda Pancasila yang juga koordinator satu kelompok mahasiswa Muslim Maluku. Anggota kelompok ini banyak
direkrut dalam PAM Swakarsa yang dikerahkan oleh Pangab Jenderal Wiranto dan Pjs. Presiden Habibie untuk membentengi gedung parlemen dari para mahasiswa yang menentang Sidang Istimewa MPR, bulan November 1998. Sementara Ongen dikabarkan punya hubungan dekat dengan Bambang Trihatmodjo, Milton dikabarkan lebih dekat dengan Siti Hardiyanti Rukmana (van Klinken, n.d.; HRW 1999: 8).
 
Konflik berdarah di Maluku itu tentu saja tidak hanya melibatkan berbagai tokoh sipil serta bekas walikota Ambon itu. Tentara -- dan polisi -- aktif juga dicurigai Tamagola terlibat dalam kegiatan kasak-kusuk berdarah ini. Makanya dia berpendapat, bahwa ujung-ujungnya, jaringan provokator itu juga punya hubungan dengan bekas Menhankam dan Pangab Jenderal Wiranto (Sydney Morning Herald, 19 Januari 2000).
 
Tiga oknum anggota TNI/Polri berhasil diamankan petugas yang sedang melakukan razia pembatasan jam ke luar malam di Ambon, Sabtu malam, 15 Januari lalu. Ketiga oknum tersebut adalah; satu orang anggota Kopassus dan dua anggota Polri. "Diamankannya tiga orang aparat itu karena kedapatan masih berkeliaran di jalanan saat diberlakukan pembatasan jam ke luar malam pukul 22.00 WIT hingga pukul 06.00 WIT," kata Pangdam XVI/Pattimura Brigjen TNI Max Tamaela kepada wartawan di Ambon (Jawa Pos, 17 Januari 2000).
 
Celakanya, bukan hanya satu dua orang 'oknum ABRI' itu saja yang terlibat. Menurut seorang sumber saya di Ambon, awal Desember 1999, setelah kunjungan Presiden dan wakilnya ke Ambon, Panglima TNI mengirim 500 orang tentara ke sana. Setiba di tempat tujuan, mereka beristirahat di beberapa barak. Namun sesungguhnya hanya sekitar 200 orang yang sampai ke barak -- 300 yang berangkat sekapal lenyap, lengkap dengan senjata mereka.
Ke mana mereka? Ternyata mereka telah membaur di tengah-tengah masyarakat dengan berpakaian sipil. Tidak lama kemudian, meletuslah 'pembunuhan massal' akhir Desember 1999. Indikasi bahwa pembunuhan massal itu ikut dipicu oleh tentara yang menghilang dari pelabuhan itu adalah ditemukannya orang-orang sipil yang membawa senjata, persis dengan senjata yang
dimiliki oleh ke 200 orang yang masih tetap bertugas menjaga keamanan. Kejadian ini sudah dilaporkan ke Panglima ABRI, tapi hingga kini masih sangat dirahasiakan.
 
Dari mana para provokator itu memperoleh 'dana operasional'?
Selain dari keluarga Suharto, mereka juga mendapat dana dari dua orang kroni Suharto yang punya bisnis di Maluku Utara, yakni Eka Cipta Widjaja dan Prajogo Pangestu (Jakarta Post,
18 Januari 2000).
Memang, keluarga Eka Tjipta Widjaja adalah pemilik kelompok Sinar Mas, yang salah satu anggotanya, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Corporation dipimpin oleh Jenderal Yoga Sugama, kerabat dan partner bisnis keluarga Suharto. Salah satu anak SMART, PT Global Agronusa Indonesia sejak Desember 1991 membuka perkebunan pisang seluas 2.000 hektar di Halmahera, berpatungan dengan raksasa buah-buahan AS, Del Monte (IEFR, 1997: 82-83; Swa, 7-27 November 1996: 86-87).
Sedangkan Prajogo Pangestu adalah pemilik kelompok Barito Pacific, di mana dua orang anak Suharto (Tutut dan Bambang), seorang  menantu Suharto                                               LANJUTAN »

HIRA I NI ENTUB FO I NI, IT DID ENTUB FO IT DID. – A PERSON’S PROPERTY SHALL REMAIN THAT PERSON’S PROPERTY, OUR PROPERTY REMAINS OUR OWN.