Sidang Tindak Pidana Makar RMS, Saksi Ahli Hukum Internasional Sebut RMS Negara Sah
Tabaos / 03/09/2020
Foto Dari Kiri ke Kanan : Hendry Reinhard Apituley, SH,M.Hum adalah saksi ahli hukum Internasional dan merupaakan Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Politeknik Ambon. dan tesis ahli dengan judul “Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri Menurut Hukum Internasional”.
“Jadi perhatian, jalannya sidang ditonton lebih dari dua ribu pengguna media sosial”
TABAOS.ID,-Sidang tindak pidana makar dengan terdakwa tiga petinggi FKM/RMS kembali dilanjutkan secara virtual, di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Jl. Sultan Khairun, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Kamis (3/9/2020).
Terdakwa Johanes Pattiasina, Abner Litamahuputty dan Simon Taihuttu, didakwa karena menerobos masuk halaman Mapolda Maluku, sambil membawa Bendera Benang Raja (sebutan bagi bendera Republik Maluku Selatan).
Dalam sidang ini, tim kuasa hukum yang diketuai Semuel Waileruny, menghadirkan saksi meringankan yang merupakan ahli hukum internasional, Hendry Reinhard Apituley, SH,M.Hum.
Hendry Apituley adalah Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Politeknik Ambon, yang menyelesaikan pasca sarjana dengan tesis berjudul “Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri Menurut Hukum Internasional”.
Sidang yang juga disiarkan secara langsung melalui media sosial facebook ini, juga menyedot perhatian publik. Hal ini terlihat dari dibagikannya kembali siaran langsung oleh 118 akun dan disaksikan sekira dua ribu lebih pengguna sosial media.
Dalam keterangannya, saksi ahli berpendapat, tiga terdakwa tidak bisa dihukum karena yang dituntut oleh mereka adalah pengembalian kedaulatan RMS.
Dihadapan majelis hakim Achmad Ukhayat Cs, saksi menjelaskan, tuntutan kedaulatan RMS oleh tiga terdakwa dalam insiden di Mapolda Maluku, pada HUT RMS 25 April 2020 lalu, merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang diakui hukum internasional.
Dia menambahkan, RMS bukanlah separatis, namun sebaliknya Indonesia yang telah melakukan aneksasi atau perampasan wilayah terhadap negara tersebut. Keterangan saksi ini sempat dibantah majelis hakim yang berpendapat, hukum internasional tidak bisa diterapkan di Indonesia.
“Asas deklaratoir hukum tersebut yang menegaskan, setiap entitas bangsa di dunia tidak bisa dipakai dalam perkara ini. Kita gunakan hukum positif yang kita miliki,” ucap Hakim Ketua Achmad Ukhayat.
TABAOS.ID,-Sidang tindak pidana makar dengan terdakwa tiga petinggi FKM/RMS kembali dilanjutkan secara virtual, di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Jl. Sultan Khairun, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Kamis (3/9/2020).
Terdakwa Johanes Pattiasina, Abner Litamahuputty dan Simon Taihuttu, didakwa karena menerobos masuk halaman Mapolda Maluku, sambil membawa Bendera Benang Raja (sebutan bagi bendera Republik Maluku Selatan).
Dalam sidang ini, tim kuasa hukum yang diketuai Semuel Waileruny, menghadirkan saksi meringankan yang merupakan ahli hukum internasional, Hendry Reinhard Apituley, SH,M.Hum.
Hendry Apituley adalah Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Politeknik Ambon, yang menyelesaikan pasca sarjana dengan tesis berjudul “Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri Menurut Hukum Internasional”.
Sidang yang juga disiarkan secara langsung melalui media sosial facebook ini, juga menyedot perhatian publik. Hal ini terlihat dari dibagikannya kembali siaran langsung oleh 118 akun dan disaksikan sekira dua ribu lebih pengguna sosial media.
Dalam keterangannya, saksi ahli berpendapat, tiga terdakwa tidak bisa dihukum karena yang dituntut oleh mereka adalah pengembalian kedaulatan RMS.
Dihadapan majelis hakim Achmad Ukhayat Cs, saksi menjelaskan, tuntutan kedaulatan RMS oleh tiga terdakwa dalam insiden di Mapolda Maluku, pada HUT RMS 25 April 2020 lalu, merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang diakui hukum internasional.
Dia menambahkan, RMS bukanlah separatis, namun sebaliknya Indonesia yang telah melakukan aneksasi atau perampasan wilayah terhadap negara tersebut. Keterangan saksi ini sempat dibantah majelis hakim yang berpendapat, hukum internasional tidak bisa diterapkan di Indonesia.
“Asas deklaratoir hukum tersebut yang menegaskan, setiap entitas bangsa di dunia tidak bisa dipakai dalam perkara ini. Kita gunakan hukum positif yang kita miliki,” ucap Hakim Ketua Achmad Ukhayat.
Apituley mengatakan, untuk menjelaskan tentang status RMS dari sisi hukum Internasional, ada beberapa subjek yang berkaitan. Diantaranya Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno – Hatta pada Jumat, 17 Agustus 1945.
Negara berikutnya yang diproklamirkan pada 29 Desember 1946 lanjut Apituley adalah Republik Indonesia Serikat (RIS). Bila dipandang dari hukum internasional ataupun Hukum Tata Negara, dapat dikatakan RIS adalah negara sah.
Karena Belanda sebagai negara induk dan penguasa atas Hindia Belanda, telah menyerahkan kedaulatan lewat piagam yang merupakan hasil dari perjanjian Meja Bundar. Yakni berisi penyerahan kedaulatan secara de jure dan de facto kepada RIS.
Dengan demikian, kedaulatan diserahkan kepada RIS, bukan kepada Negara Indonesia. Dalam hal ini, Apituley menyatakan, secara hukum tata negara, RIS yang saat itu memiliki 16 negara termasuk salah satunya Indonesia, adalah negara yang sah.
Negara bagian Indonesia ini menurut Apituley, setara dengan 15 negara bagian lainnya, yang salah satunya adalah Negara Indonesia Timur (NIT).
NIT didirikan atas hasil muktamar di Denpasar 23 Desember 1946, dengan ibukota Makasar, dan memiliki 13 daerah bagian otonom, termasuk RMS. Dalam perjalanannya, Negara bagian Indonesia, kemudian melalui pemerintah RIS membubarkan 16 negara, karena presiden RIS adalah Soekarno yang merupakan presiden Republik Indonesia.
Atas kekuasaannya, Soekarno kemudian mengeluarkan Dekrit untuk membubarkan 16 negara bagian, termasuk NIT. Namun setelah NIT dibubarkan, dari 13 wilayah otonom, 12 diantaranya mengakui RI yang beribukota di Jogjakarta.
Negara berikutnya yang diproklamirkan pada 29 Desember 1946 lanjut Apituley adalah Republik Indonesia Serikat (RIS). Bila dipandang dari hukum internasional ataupun Hukum Tata Negara, dapat dikatakan RIS adalah negara sah.
Karena Belanda sebagai negara induk dan penguasa atas Hindia Belanda, telah menyerahkan kedaulatan lewat piagam yang merupakan hasil dari perjanjian Meja Bundar. Yakni berisi penyerahan kedaulatan secara de jure dan de facto kepada RIS.
Dengan demikian, kedaulatan diserahkan kepada RIS, bukan kepada Negara Indonesia. Dalam hal ini, Apituley menyatakan, secara hukum tata negara, RIS yang saat itu memiliki 16 negara termasuk salah satunya Indonesia, adalah negara yang sah.
Negara bagian Indonesia ini menurut Apituley, setara dengan 15 negara bagian lainnya, yang salah satunya adalah Negara Indonesia Timur (NIT).
NIT didirikan atas hasil muktamar di Denpasar 23 Desember 1946, dengan ibukota Makasar, dan memiliki 13 daerah bagian otonom, termasuk RMS. Dalam perjalanannya, Negara bagian Indonesia, kemudian melalui pemerintah RIS membubarkan 16 negara, karena presiden RIS adalah Soekarno yang merupakan presiden Republik Indonesia.
Atas kekuasaannya, Soekarno kemudian mengeluarkan Dekrit untuk membubarkan 16 negara bagian, termasuk NIT. Namun setelah NIT dibubarkan, dari 13 wilayah otonom, 12 diantaranya mengakui RI yang beribukota di Jogjakarta.
Sedangkan wilayah RMS memilih untuk membentuk negara sendiri dan memproklamirkan diri pada Selasa 25 April 1950. Tiga bulan 21 hari kemudian, Soekarno memproklamasikan terbentuknya NKRI dan melakukan aneksasi atas wilayah RMS.
|
|
| P2 ►