LANJUTAN
Wawancara Dr Tamrin Amal Tomagola di Washington:
Pentolan Konflik Maluku, Satu Mantan, 3 Jenderal Aktif
Pentolan Konflik Maluku, Satu Mantan, 3 Jenderal Aktif
Tengah ini perlu dicurigai sebagai penyandang dana. Kenapa. Poros Tengah ini dari awal itu sebenarnya tidak ingin Megawati jadi Wapres. Mereka kutak-katik segala macam, akhirnya GUs Dur yang naik. Megawati itu adalah orang yang bertanggung jawab untuk penyelesaian konflik
Maluku, Papua dan Riau. Nah kalau Maluku ini nggak selesai-selesai, itu kan angka merah buat Megawati. Jadi di situ ada target politik terhadap Megawati dari kelompok Poros Tengah.
JP: Dalam ledakan konflik Maluku yang masih terjadi sekarang, bagaimana posisi dan kontribusi Presiden Gus Dur?
Tamrin: Kalau bilang bahwa dia punya kontribusi, itu ada istilah HAM yang by omission (kelalaian, red) dan by commission. Kalau pun dia punya kontribusi, itu by omission, artinya kelalaian melakukan secara cepat. Tetapi kita nggak boleh berhenti di situ kan, kenapa dia sampai lalai? Karena dia (Presiden Gus Dur, red) itu sebenarnya tidak mempunyai jenderal lapangan untuk menyelesaikan ini. Dia hanya punya jenderal pemikir seperti Agus Wirahadikusumah, yang kalau di ruang seminar omongannya hebat. Tetapi kalau misalnya menggerakkan pasukan dan bagaimana menyelesaikan secara operasional pertikaian di lapangan, jenderal itu dia (Gus Dur, red) nggak punya. Kolonel-kolonel dan letkol seperti itu (pun) dia nggak punya.
JP: Itu dipunyai oleh Wiranto?
Tamrin: Oleh Wiranto. Dan kebanyakan pangdam itu kan pangdam-nya Wiranto dan kolonelnya Wiranto. Sehingga tidak ada artinya, misalnya, Pangdam Pattimura itu diganti, tapi dua orang kolonel yang beroperasi di situ tidak diganti. Itu nggak ada artinya apa-apa. Karena dua orang kolonel itu yang kutak-katik, kenapa nggak diganti?
JP: Di media massa disebut tentara berpihak Islam, sedangkan polisi berpihak Kristen. Benar itu?
Tamrin: Pak Manuputty yang di Ambon menjawabnya. (Tamrin mempersilahkan dr Alex Manuputty yang kemudian menjawabnya, red). dr Manuputty: Sebenarnya itu tidak bisa dibenarkan. Kalau kita lihat kenyataan lapangan, jelas-jelas tentara berkolaborasi dengan Jihad.
Sepanjang bantuan militer satu setengah tahun, kalau kita bandingkan dengan darurat sipil yang berlaku 1 Juli, saya hitung selama 17 hari darurat sipil, itu sudah 9 daerah Kristen yang porak-poranda. Rumah habis, harta benda habis, orangnya mengungsi, naik ke gunung. Kenapa demikian. Itu karena tentara dicabut oleh (Pangdam) I Made Yasa. Di seluruh daerah perbatasan, tentara dicabut, dan di tarik ke titik- titik kuat. Nggak tahu apa yang dia maksud titik kuat itu. Menurut dia, kalau ada konflik, dia perintahkan tentara ke daerah konflik. Bagaimana bisa? Fasilitas terbatas. Nah sedangkan polisi itu terbagi dua, kesan saya, asrama polisi dan instalasi polisi di Tantui, itu juga diobrak-abrik sama tentara dan Jihad. Dari polisi terbagi, yang Kristen lari ke Kristen, yang Islam lari ke Islam. Karena apa? Karena perasaan-perasaan yang tidak puas atas tindakan tentara. Jadi soal bahwa tentara ke Islam dan polisi ke Kristen, itu tidak
sepenuhnya benar. Polisi, terbagi dua. Sedangkan tentara, sudah jelas melabrak Kristen. Sudah jelas. Jadi orang Kristen di sana kalau tidak di-backup, mati semua. Kalau buat saya, Gubernur (Latuconsina, red), Pangdam dan Kapolda, tidak mampu melakukan sesuatu. Mereka beretorika, tapi nggak pernah dijalankan.
JP: Anda menyebut skenario tentara. Pangdam baru di Maluku dan Gubernur Saleh Latuconsina ada di poros mana? Apakah mereka ada dalam agenda AD?
Tamrin: Gubernur Latuconsina itu kan dalam kerangka pertarungan dengan Pangdam yang lama. Saya kira di Pattimura isunya bukan Pangdam. Isunya adalah dua orang kolonel di bawah itu. Itu yang harus diganti, satunya asisten intel, satunya asisten teritorial. Asisten teritorial itu yang memprovokasi yang Kristen, sedangkan asisten intel itu memprovokasi yang Islam. Pada level leadership yang pertama dari dua kelompok, mereka tahu, mereka dapat order dari siapa. Tapi
oleh perwira yangb kedua dan ketiga di bawah, itu mereka nggak tahu. Jadi kapitan lapangan sama anak-anak yang bunuh-bunuhan di bawah itu nggak tahu siapa yang mengadu-domba mereka. Tapi yang menerima order langsung dari asisten teritorial dan asisten intel, itu tahu. Jadi kalau mau ganti, sebenarnya yang dua orang itu.
JP: Soal ini sudah disampaikan ke Presiden Gus Dur?
Tamrin: Sudah, dari bulan Maret. Kita (ada dua lembaga yang disebut Tamrin, red) kasih ada seribu halaman, 40 halaman summary dan selebihnya itu sebenarnya data, secara kronologis. Kita tunggu tindakan dari Gus Dur, sampai sekarang nggak ada tindakan.
JP: Kenapa bisa begitu?
Tamrin: Karena di dalam Angkatan Darat, dia (Gus Dur) mempunyai cengkeraman yang cukup lemah. Karena itu sekarang, saya lihat kemungkinannya, Gus Dur itu, dengan isu Maluku ini, concern dari pihak luar (terutama Amerika Serikat) kan besar. Nah padahal AS itu sedang menerapkan embargo senjata terhadap Indonesia. Yang paling menderita terhadap embargo ini, bukan Angkatan Darat. Tetapi Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sehingga dari segi kekuatan, Angkatan Darat lebih kuat dari ini. Dan yang dua ini (AL dan AU, red) , sebenarnya basis kekuatan Gus Dur. Bukan di Angkatan Darat. Karena itu, Maluku ini tidak bisa diselesaikan, sebab Angkatan Darat ini menguasai masalah Maluku sepenuhnya. Jadi dengan begitu AS ribut tentang Maluku, dia punya kekuatan: Oke, kalau gitu, cabut dulu itu embargo senjata, supaya saya bisa bangun Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Di situ dia cari basisnya. Kalau ini dia bisa gunakan untuk menyelesaikan Maluku, bisa. Sedangkan Angkatan Darat itu tidak diikutkan dalam training barusan.
JP: Apa artinya ini semua?
Tamrin: Jadi ini agak tricky (rumit, red) ini. Dengan kasus Maluku, AS dan dunia luar ribut, tapi AS punya embargo. Dia (Gus Dur, red) bilang oke, kamu perduli, (maka) cabut dulu embargo, dan saya mau bangun Angkatan Laut ini, mereka kuat, supaya ini menjadi kekuatan yang bisa saya pakai. Bukan hanya untuk menyelesaikan Maluku, tetapi seluruh masalah Indonesia lainnya yang dicengkeram oleh Angkatan darat selama ini. Jadi, tricky nya ini di situ. Saya bilang begitu ke (NGO AS), kalau kamu tetap dengan embargo senjata, dia nggak bisa buat apa-apa. Karena Angkatan Darat, dia (Gus Dur) nggak kuasai. Dia cuma kuasai bagian pemikirnya itu. Operasional itu nggak dikuasainya, karena itulah Maluku terkatung-katung. Itulah sebabnya dia mencari basis yang kuat di dua angkatan ini (AL dan AU, red).
JP: Bagaimana dengan Panglima TNI Widodo? Apa dia terkait konspiasi militer?
Tamrin: Jelas dia sangat setuju dengan ide itu (ide penguatan AL dan AU, red). Dia nggak termasuk (konspirasi, red). (Masalah Maluku red) Ini kelompok Wiranto.
JP: Bagaimana dengan Kasad Tyasno Sudarto? Menurut Anda, dia tersangkut?
Tamrin: Saya kurang tahu, soal Tyasno Sudarto. Yang saya tahu persis itu Wiranto, Sudi Silalahi, Suady Marasabessy, Djaja Suparman. Saya kira, empat orang itu pentolan. Pentolan itu. Kalau dalam (pengadilan internasional, red) HAM, itu sudah musti harus diseret ke pengadilan itu. Nggak bisa lagi dibiarkan. Itu mereka berlumuran (darah, artinya terlibat, red). Saya kan pernah diundang Dajaja Suparman ke rumahnya, jam 11 malam, ngomong sampai jam 3 pagi. Kurang lebih, message (pesan, red) nya itu, dia ngancam saya. Dia ngutip satu lagu populer: Jangan ada dusta di antara kita. Kalau ada dusta di antara kita, (maka, red) cinta bisa berubah menjadi benci. Selama pembicaraan dia mendominir, dan saya biarkan saja. Waktu saya mau pulang, saya yakin bahwa orang ini harus dilawan, at all cost. Selama kita bicara dia pegang sebuah koran, yang ada wawancara saya, bahwa kasus Ambon tergantung militer. Koran itu dia pegang, dia kipas-kipas, dan bilang: Ini anak buah saya sudah kenal kamu semua ini dan habib-habib sudah tanya orang ini mau diapakan.
Nah, dari situ saya tahu bahwa Djaja Suparman punya link dengan habib- habib, termasuk Front Pembela Islam itu. Dia sendiri bilang kok, waktu itu, sama saya. Saya bilang orang (Djaja Suparman, red) ini berbahaya.
(pohan/JP13) KEMBALI DI HALAMAN PERTAMA
Maluku, Papua dan Riau. Nah kalau Maluku ini nggak selesai-selesai, itu kan angka merah buat Megawati. Jadi di situ ada target politik terhadap Megawati dari kelompok Poros Tengah.
JP: Dalam ledakan konflik Maluku yang masih terjadi sekarang, bagaimana posisi dan kontribusi Presiden Gus Dur?
Tamrin: Kalau bilang bahwa dia punya kontribusi, itu ada istilah HAM yang by omission (kelalaian, red) dan by commission. Kalau pun dia punya kontribusi, itu by omission, artinya kelalaian melakukan secara cepat. Tetapi kita nggak boleh berhenti di situ kan, kenapa dia sampai lalai? Karena dia (Presiden Gus Dur, red) itu sebenarnya tidak mempunyai jenderal lapangan untuk menyelesaikan ini. Dia hanya punya jenderal pemikir seperti Agus Wirahadikusumah, yang kalau di ruang seminar omongannya hebat. Tetapi kalau misalnya menggerakkan pasukan dan bagaimana menyelesaikan secara operasional pertikaian di lapangan, jenderal itu dia (Gus Dur, red) nggak punya. Kolonel-kolonel dan letkol seperti itu (pun) dia nggak punya.
JP: Itu dipunyai oleh Wiranto?
Tamrin: Oleh Wiranto. Dan kebanyakan pangdam itu kan pangdam-nya Wiranto dan kolonelnya Wiranto. Sehingga tidak ada artinya, misalnya, Pangdam Pattimura itu diganti, tapi dua orang kolonel yang beroperasi di situ tidak diganti. Itu nggak ada artinya apa-apa. Karena dua orang kolonel itu yang kutak-katik, kenapa nggak diganti?
JP: Di media massa disebut tentara berpihak Islam, sedangkan polisi berpihak Kristen. Benar itu?
Tamrin: Pak Manuputty yang di Ambon menjawabnya. (Tamrin mempersilahkan dr Alex Manuputty yang kemudian menjawabnya, red). dr Manuputty: Sebenarnya itu tidak bisa dibenarkan. Kalau kita lihat kenyataan lapangan, jelas-jelas tentara berkolaborasi dengan Jihad.
Sepanjang bantuan militer satu setengah tahun, kalau kita bandingkan dengan darurat sipil yang berlaku 1 Juli, saya hitung selama 17 hari darurat sipil, itu sudah 9 daerah Kristen yang porak-poranda. Rumah habis, harta benda habis, orangnya mengungsi, naik ke gunung. Kenapa demikian. Itu karena tentara dicabut oleh (Pangdam) I Made Yasa. Di seluruh daerah perbatasan, tentara dicabut, dan di tarik ke titik- titik kuat. Nggak tahu apa yang dia maksud titik kuat itu. Menurut dia, kalau ada konflik, dia perintahkan tentara ke daerah konflik. Bagaimana bisa? Fasilitas terbatas. Nah sedangkan polisi itu terbagi dua, kesan saya, asrama polisi dan instalasi polisi di Tantui, itu juga diobrak-abrik sama tentara dan Jihad. Dari polisi terbagi, yang Kristen lari ke Kristen, yang Islam lari ke Islam. Karena apa? Karena perasaan-perasaan yang tidak puas atas tindakan tentara. Jadi soal bahwa tentara ke Islam dan polisi ke Kristen, itu tidak
sepenuhnya benar. Polisi, terbagi dua. Sedangkan tentara, sudah jelas melabrak Kristen. Sudah jelas. Jadi orang Kristen di sana kalau tidak di-backup, mati semua. Kalau buat saya, Gubernur (Latuconsina, red), Pangdam dan Kapolda, tidak mampu melakukan sesuatu. Mereka beretorika, tapi nggak pernah dijalankan.
JP: Anda menyebut skenario tentara. Pangdam baru di Maluku dan Gubernur Saleh Latuconsina ada di poros mana? Apakah mereka ada dalam agenda AD?
Tamrin: Gubernur Latuconsina itu kan dalam kerangka pertarungan dengan Pangdam yang lama. Saya kira di Pattimura isunya bukan Pangdam. Isunya adalah dua orang kolonel di bawah itu. Itu yang harus diganti, satunya asisten intel, satunya asisten teritorial. Asisten teritorial itu yang memprovokasi yang Kristen, sedangkan asisten intel itu memprovokasi yang Islam. Pada level leadership yang pertama dari dua kelompok, mereka tahu, mereka dapat order dari siapa. Tapi
oleh perwira yangb kedua dan ketiga di bawah, itu mereka nggak tahu. Jadi kapitan lapangan sama anak-anak yang bunuh-bunuhan di bawah itu nggak tahu siapa yang mengadu-domba mereka. Tapi yang menerima order langsung dari asisten teritorial dan asisten intel, itu tahu. Jadi kalau mau ganti, sebenarnya yang dua orang itu.
JP: Soal ini sudah disampaikan ke Presiden Gus Dur?
Tamrin: Sudah, dari bulan Maret. Kita (ada dua lembaga yang disebut Tamrin, red) kasih ada seribu halaman, 40 halaman summary dan selebihnya itu sebenarnya data, secara kronologis. Kita tunggu tindakan dari Gus Dur, sampai sekarang nggak ada tindakan.
JP: Kenapa bisa begitu?
Tamrin: Karena di dalam Angkatan Darat, dia (Gus Dur) mempunyai cengkeraman yang cukup lemah. Karena itu sekarang, saya lihat kemungkinannya, Gus Dur itu, dengan isu Maluku ini, concern dari pihak luar (terutama Amerika Serikat) kan besar. Nah padahal AS itu sedang menerapkan embargo senjata terhadap Indonesia. Yang paling menderita terhadap embargo ini, bukan Angkatan Darat. Tetapi Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sehingga dari segi kekuatan, Angkatan Darat lebih kuat dari ini. Dan yang dua ini (AL dan AU, red) , sebenarnya basis kekuatan Gus Dur. Bukan di Angkatan Darat. Karena itu, Maluku ini tidak bisa diselesaikan, sebab Angkatan Darat ini menguasai masalah Maluku sepenuhnya. Jadi dengan begitu AS ribut tentang Maluku, dia punya kekuatan: Oke, kalau gitu, cabut dulu itu embargo senjata, supaya saya bisa bangun Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Di situ dia cari basisnya. Kalau ini dia bisa gunakan untuk menyelesaikan Maluku, bisa. Sedangkan Angkatan Darat itu tidak diikutkan dalam training barusan.
JP: Apa artinya ini semua?
Tamrin: Jadi ini agak tricky (rumit, red) ini. Dengan kasus Maluku, AS dan dunia luar ribut, tapi AS punya embargo. Dia (Gus Dur, red) bilang oke, kamu perduli, (maka) cabut dulu embargo, dan saya mau bangun Angkatan Laut ini, mereka kuat, supaya ini menjadi kekuatan yang bisa saya pakai. Bukan hanya untuk menyelesaikan Maluku, tetapi seluruh masalah Indonesia lainnya yang dicengkeram oleh Angkatan darat selama ini. Jadi, tricky nya ini di situ. Saya bilang begitu ke (NGO AS), kalau kamu tetap dengan embargo senjata, dia nggak bisa buat apa-apa. Karena Angkatan Darat, dia (Gus Dur) nggak kuasai. Dia cuma kuasai bagian pemikirnya itu. Operasional itu nggak dikuasainya, karena itulah Maluku terkatung-katung. Itulah sebabnya dia mencari basis yang kuat di dua angkatan ini (AL dan AU, red).
JP: Bagaimana dengan Panglima TNI Widodo? Apa dia terkait konspiasi militer?
Tamrin: Jelas dia sangat setuju dengan ide itu (ide penguatan AL dan AU, red). Dia nggak termasuk (konspirasi, red). (Masalah Maluku red) Ini kelompok Wiranto.
JP: Bagaimana dengan Kasad Tyasno Sudarto? Menurut Anda, dia tersangkut?
Tamrin: Saya kurang tahu, soal Tyasno Sudarto. Yang saya tahu persis itu Wiranto, Sudi Silalahi, Suady Marasabessy, Djaja Suparman. Saya kira, empat orang itu pentolan. Pentolan itu. Kalau dalam (pengadilan internasional, red) HAM, itu sudah musti harus diseret ke pengadilan itu. Nggak bisa lagi dibiarkan. Itu mereka berlumuran (darah, artinya terlibat, red). Saya kan pernah diundang Dajaja Suparman ke rumahnya, jam 11 malam, ngomong sampai jam 3 pagi. Kurang lebih, message (pesan, red) nya itu, dia ngancam saya. Dia ngutip satu lagu populer: Jangan ada dusta di antara kita. Kalau ada dusta di antara kita, (maka, red) cinta bisa berubah menjadi benci. Selama pembicaraan dia mendominir, dan saya biarkan saja. Waktu saya mau pulang, saya yakin bahwa orang ini harus dilawan, at all cost. Selama kita bicara dia pegang sebuah koran, yang ada wawancara saya, bahwa kasus Ambon tergantung militer. Koran itu dia pegang, dia kipas-kipas, dan bilang: Ini anak buah saya sudah kenal kamu semua ini dan habib-habib sudah tanya orang ini mau diapakan.
Nah, dari situ saya tahu bahwa Djaja Suparman punya link dengan habib- habib, termasuk Front Pembela Islam itu. Dia sendiri bilang kok, waktu itu, sama saya. Saya bilang orang (Djaja Suparman, red) ini berbahaya.
(pohan/JP13) KEMBALI DI HALAMAN PERTAMA