Sudah 55 Terdakwa RMS Dijatuhi Hukuman Penjara
Radio Baku Bae - Ambon 02 Juni 2008
Oleh Sri Kartini Makatita
SEJAK Oktober 2007 hingga Juni 2008, Pengadilan Negeri (PN) Ambon telah menyidangkan sedikitnya 60 kasus tindak pidana makar Republik Maluku Selatan (RMS). Dari jumlah tersebut, 55 diantaranya telah dijatuhi hukuman penjara. Sementara lima terdakwa yang tersisa, saat ini masih menungu proses persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepada situs ini, salah satu kuasa hukum para terdakwa, Thomas Wattimury, ketika ditemui di PN Ambon, Senin (2/6) mengatakan, para terdakwa yang masih menungu tuntutan JPU, salah satu diantaranya adalah pimpinan upacara perayaan HUT RMS, Ongen Salamena. Ketika itu, upacara berlangsung pada tanggal 25 April 2006, di Dusun Masiwang Gunung Nona Ambon.
"Lima orang itu yakni, Yohanes Sipolo, Adolof, Deny de Fretes, Ongen Salamena, dan Simon Saiya. Mereka yang lain tinggal menunggu agenda tuntutan. Sedangkan Yohanes Sipolo menunggu agenda putusan pada hari Kamis ini," ungkap Wattimury.
Para terdakwa itu, terbagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama yaitu para terdakwayang terlibat dalam tarian cakalele, saat puncak perayan Hari Gerakan Keluarga Nasional (Harganas). Kelompok kedua yaitu mereka yang ikut upacara perayaan HUT RMS, serta kelompok yang mengetahui rencana membawakan tarian cakalele, ketika berlangsungnyaperayan Harganas, tapi tidak melaporkan kepada pihak berwajib. Sementara beberapa terdakwa lainnya, turut ditangkap karena memiliki dan menyimpan bendera RMS. (rbb)
Radio Baku Bae - Ambon 02 Juni 2008
Oleh Sri Kartini Makatita
SEJAK Oktober 2007 hingga Juni 2008, Pengadilan Negeri (PN) Ambon telah menyidangkan sedikitnya 60 kasus tindak pidana makar Republik Maluku Selatan (RMS). Dari jumlah tersebut, 55 diantaranya telah dijatuhi hukuman penjara. Sementara lima terdakwa yang tersisa, saat ini masih menungu proses persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepada situs ini, salah satu kuasa hukum para terdakwa, Thomas Wattimury, ketika ditemui di PN Ambon, Senin (2/6) mengatakan, para terdakwa yang masih menungu tuntutan JPU, salah satu diantaranya adalah pimpinan upacara perayaan HUT RMS, Ongen Salamena. Ketika itu, upacara berlangsung pada tanggal 25 April 2006, di Dusun Masiwang Gunung Nona Ambon.
"Lima orang itu yakni, Yohanes Sipolo, Adolof, Deny de Fretes, Ongen Salamena, dan Simon Saiya. Mereka yang lain tinggal menunggu agenda tuntutan. Sedangkan Yohanes Sipolo menunggu agenda putusan pada hari Kamis ini," ungkap Wattimury.
Para terdakwa itu, terbagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok pertama yaitu para terdakwayang terlibat dalam tarian cakalele, saat puncak perayan Hari Gerakan Keluarga Nasional (Harganas). Kelompok kedua yaitu mereka yang ikut upacara perayaan HUT RMS, serta kelompok yang mengetahui rencana membawakan tarian cakalele, ketika berlangsungnyaperayan Harganas, tapi tidak melaporkan kepada pihak berwajib. Sementara beberapa terdakwa lainnya, turut ditangkap karena memiliki dan menyimpan bendera RMS. (rbb)
Mainase: PNS Punya Hak Politik
09-Jun-2008, Harian Mimbar Maluku - AmbonMenyikapi desas-desus mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dilarang terlibat dalam pentas politik teristimewa menjelang Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) Maluku beberapa waktu mendatang, kepada MM, sabtu (7/6), Alfred Mainase, SH, Alumnus Fakultas Hukum Unpatti menyebutkan kalau PNS juga mempunyai hak politik sebagai seorang warga Negara.
"Saya kira PNS merupakan bagian dari masyarakat Maluku yang memiliki hak politik sebagai warga Negara untuk menentukan pemimpin Maluku kedepan karena bagaimanapun juga,hal ini diatur dalam Konstitusi kita", ungkapnya.
Lebih lanjut Mainase menyampaikan bahwa, hak politik yang dimaksudkan ialah menyalurkan pendapat bagi masyarakat dalam rangka melakukan suatu proses pendidikan politik guna terjadinya pencerahan politik bagi masyarakat,dalam artian selaku PNS ketika telah menyelesaikan pekerjaan mereka di kantor, dan kemudian berkumpul bersama keluarga atau anggota masyarakat lainnya, maka mereka bisa mengekspresikan hak politik mereka sebagai anggota masyarakat.
Selain itu ia mencontohkan bila ada PNS yang sudah di luar jam kantor dan kebetulan sedang bercengkrama dengan keluarganya atau dengan masyarakat di sekitarnya sambil mempromosikan salah satu kanidat gubernur Maluku, maka menurut Mainase hal tersebut sah-sah saja.
Tambahnya juga walaupun tindakan anggota PNS tersebut secara tidak langsung merupakan bagian dari tindakan mensosialisasikan seorang calon gubernur dan wakil gubernur yang dikenalnya, namun PNS tersebut bukan merupakan anggota tim sukses dari salah satu kanidat.
Terkait dengan polemik yang terjadi, Mainase miminta kiranya Pemerintah Daerah atau Kabupaten/Kota mesti dapat menetapkan aturan yang jelas sejauh mana seorang PNS dapat mengekspresikan hak politik mereka, namun yang mesti diperhatikan adalah aturan tersebut diharapkan tidak mengebiri hak-hak politik mereka sebagai warga Negara. (Anes)
09-Jun-2008, Harian Mimbar Maluku - AmbonMenyikapi desas-desus mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dilarang terlibat dalam pentas politik teristimewa menjelang Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) Maluku beberapa waktu mendatang, kepada MM, sabtu (7/6), Alfred Mainase, SH, Alumnus Fakultas Hukum Unpatti menyebutkan kalau PNS juga mempunyai hak politik sebagai seorang warga Negara.
"Saya kira PNS merupakan bagian dari masyarakat Maluku yang memiliki hak politik sebagai warga Negara untuk menentukan pemimpin Maluku kedepan karena bagaimanapun juga,hal ini diatur dalam Konstitusi kita", ungkapnya.
Lebih lanjut Mainase menyampaikan bahwa, hak politik yang dimaksudkan ialah menyalurkan pendapat bagi masyarakat dalam rangka melakukan suatu proses pendidikan politik guna terjadinya pencerahan politik bagi masyarakat,dalam artian selaku PNS ketika telah menyelesaikan pekerjaan mereka di kantor, dan kemudian berkumpul bersama keluarga atau anggota masyarakat lainnya, maka mereka bisa mengekspresikan hak politik mereka sebagai anggota masyarakat.
Selain itu ia mencontohkan bila ada PNS yang sudah di luar jam kantor dan kebetulan sedang bercengkrama dengan keluarganya atau dengan masyarakat di sekitarnya sambil mempromosikan salah satu kanidat gubernur Maluku, maka menurut Mainase hal tersebut sah-sah saja.
Tambahnya juga walaupun tindakan anggota PNS tersebut secara tidak langsung merupakan bagian dari tindakan mensosialisasikan seorang calon gubernur dan wakil gubernur yang dikenalnya, namun PNS tersebut bukan merupakan anggota tim sukses dari salah satu kanidat.
Terkait dengan polemik yang terjadi, Mainase miminta kiranya Pemerintah Daerah atau Kabupaten/Kota mesti dapat menetapkan aturan yang jelas sejauh mana seorang PNS dapat mengekspresikan hak politik mereka, namun yang mesti diperhatikan adalah aturan tersebut diharapkan tidak mengebiri hak-hak politik mereka sebagai warga Negara. (Anes)