RMS, Kemiskinan dan Ketidakadilan
RadioBakuBae.com 25-Apr-2008
Oleh: Muhammad Ikhsan Tualeka, SIP, Koordinator Mollucas Democratization Watch (MDW)
Setiap tanggal 25 April, Hari Ulang Tahun Republik Maluku Selatan (RMS) selalumenjadi momok bagi masyarakat Maluku. Memang, dan akhirnya banyak yangmenganggap bahwa RMS adalah duri dalam daging masyarakat Maluku, bahkan nasional. Mereka ada di Maluku, mungkin di beberapa Kabupaten/Kota di Maluku, di beberapa Kecamatan yang ada di Maluku, di beberapa desa yang ada di Maluku, di beberapa keluarga yang ada di Maluku, di beberapa marga yang ada di Maluku.Mereka juga orang Maluku.
Mereka makan papeda dengan colo-colo sama dengan kita. Mereka makan ikan kete-kete sama dengan kita. Mereka manyanyi lagunya Nyong Haria Saiya yang sentimental itu yang diantara syairnya " Ambon Kasian Lawange". Ini tentu menjadi fakta yang tidak dapat dinafikan. Sebab, selain aktor intelektual dan pemimpin gerakan RMS, yang misi politik-nya telah membuat daerah ini semakin terpuruk, dan sudah semestinya diberi sanksi hukum yang tegas, para pengikut RMSjuga basudara kita. Mereka dan mungkin juga kita adalah korban dari dampak kemiskinan dan ketidakadilan yang mendera negeri ini bertahun-tahun. Dampak dari kebijakan yang selama ini tidak banyak berpihak pada masyarakat miskin.
Kita bisa melihat bahwa sampai saat ini pengikut RMS banyak menghadapi aparat kepolisian. Karena ulah mereka sendiri, mereka harus menghadapi berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan di Maluku. Saat ditangkap ada yang disiksa dan dianiaya, begitupun saat memberi keterangan pada penyidik (Ambon Ekspres, 13/11/2007). Namun, apakah itu solusi yang tepat.
Bila kita membaca sejarah perilaku represif dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya pada masyarakat di dunia ini, tidak pernah mentuntaskan masalah.
Malah, masalahnya semakin besar, orang yang terkena tekanan itu malah balik mengancam dan semakin brutal.Bisa dilihat, bagaimana upaya Suharto membungkam para pembangkang Negara yang akhirnya Suharto jatuh karenanya. Bagaimana Saddam Husein memberangus para pembangakang di negeri seribu satu malam itu yang akhirnya ia tumbang karenanya. Bagaimana Invasi militer Amerika Serikat (AS) di Irak yang sampai hari ini bukannya membuat keadaan lebih baik, justru semakin menimbulkan jatuhnya korban di kedua belapihak. Bagaimana junta militer di Myanmar di protes oleh ribuan bhiksu yang turun ke jalan baru-baru ini kerena kepemimpinannya represif dan oteriter. Itu adalah hukum kausalitas alam, hukum sebab akibat. Apa yang dilakukan akan resiprok mengenai dirinya sendiri. Bila seseorang berperilaku dengan menebar rasa cinta maka cintalah yang akan ia dapatkan. Namun, bila ia menebar rasa kebencian maka kebencianlah yang akan membalik pada dirinya sendiri.
Setiap apa yang dilakukan, entah itu kebaikan dan keburukan akan mengeluarkan sinyal energi. Dan, sinyal energi itu akan kembali kepada dirinya. Siapa yang menebar benih dia akan menuai hasilnya. Di sinilah perlunya kita belajar banyak kepada misi-misi yang dilakukan oleh para Nabi dan para wali-wali Allah dan orangorang suci yang diturunkan di muka bumi ini.
Bunda Theresia adalah fakta nyata yang hidup pada zaman modern ini yang menyelesaikan ketidakadilan dan kemiskinan itu dengan berjuang dan rela berkorban untuk mereka. Bunda rela berkorban berpanas-panasan dengan menghirup udara kotor di kawasan miskin di India. Bunda tidak peduli dengan ras dan agama mereka. Yang ada hanya rasa cinta untuk membantu mereka. Dengan mengedepankan rasa cinta maka luluhlah hati para patria India tersebut. Tidak ada benak rasa benci, iri, dendam, berontak di hati mereka karena telah tertutupi dengan pancaran cinta Bunda Theresia. Para patria itu telah mendapatkan sinar cinta Bunda Theresia.
Bagaimana dengan pengikut RMS yang diantaranya adalah korban dampak kemiskinan dan ketidakadilan di Maluku. Di sini tidak ada Bunda Theresia yang lain yang menebarkan rasa cinta kepada mereka. Justru yang ada adalah kebijakan represif yang berunjung pada pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan dari aparat keamanan.
Benar tidaknya cara tersebut, yang harus dipikirkan kemudian adalah bahwa caracara seperti itu telah lama dilakukan. Namun kenyataannya, ibarat luka, lukanya semakin menganga; ibarat penyakit kulit semakin digaruk semakin luka.
Secara sosiologis kasus RMS berbeda dengan kasus-kasus sosial lainnya seperti pencurian, perampokan maupun narkoba. Kasus RMS merupakan kasus sosial dan politik yang tumbuh di masyarakat, dan ada segelintir masyarakat yang masih mengakuinya sebagai pelampiasan kekesalan terhadap kebijakan pemerintah dalam menata ekonomi dan politik. Atau menjadi bagian dari outophia karena romantisme sejarah masa lampau.
Yang pasti, fakta berbicara bahwa sebagian besar masyarakat Maluku masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan masyarakat juga dipicu oleh alam Maluku yang membuat masyarakat keenakan sehingga sering tidak sanggup menghadapi berbagai gejolak ekonomi lokal, nasional maupun global yang muncul. Perubahanperubahan yang membutuhkan kecerdasan menghadapinya tak mampu diatasi oleh masyarakat yang tertimpa keenakan seperti masyarakat Maluku.
Inilah kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat Maluku. Kondisi ini sangat berlainan dengan masyarakat di Jawa yang memang karena fasilitas akhirnya memperoleh pendidikan yang bagus yang berimplikasi terhadap kemampuan mereka dalam menghadapi segala perubahan-poerubahan yang muncul.
PERAN PEMERINTAH, TOKOH AGAMA DAN PEKERJA SOSIAL
Melihat apa yang telah dilakukan oleh Bunda Theresia serta para pekerja sosial laindalam pengentasan kemiskinan maka sudah seharusnya para tokoh agama danpekerja sosial di Maluku mengambil peran yang signifikan dalam menyelesaikanpersoalan RMS, kemiskinan dan ketidakadilan dengan difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku serta para pengusaha.
Tokoh agama dan pekerja sosial mesti lebih mengoptimalkan pendampingan terhadap masyarakat. Pemerintah Provinsi Maluku perlu membuat kebijakan pengentasan kemiskinan yang berbasis masyarakat. Kebijakan itu perlu didukung oleh DPRD yang merupakan representasi masyarakat. Para pengusaha, dengan dananya, lewat dana CSR (Cost Social Responsibilty) juga dapat berpartisipasi memberantas kemiskinan.
Perlu ada skala prioritas yang jitu dari pemerintah, pembangunan fisik daninfrastruktur sudah saatnya berbanding lurus dengan pembangunan masyarakatnya.
Mega proyek seperti pembangunan Kantor Perwakilan Maluku di Jakarta, Kantor DPRD Maluku, Rumah Dinas Wakil Gubernur Maluku, jalan-jalan keluar negeri yang dibungkus dengan studi banding serta pembangunan jembatan merah-putih senilai Rp 497 Milyar dan program lain yang project oriented perlu segera di evaluasi, karena pelaksanaannya jauh dari kebutuhan masyarakat hari ini. Sebab dana sebesar itu jika mau digunakan untuk kepentingan masyarakat tentu dampaknya
lebih signifikan dalam mengentas kemiskinan di Maluku yang kian memprihatinkan.
Selain itu, di samping upaya hukum yang serius bagi aktor intelektual dan pemimpin gerakan RMS, guna memutus mata rantai pengembangan jaringan, infiltrasi idiologi
serta berefek jera namun dengan tetap menghargai Hak Asasi Manusia. Ekstradisi terhadap Pemimpin RMS Alex Manuputy dari AS harus segera di upayakan, sehingga tidak sekedar menjadi wacana politik.
Selanjutnya, beberapa wilayah yang di kenal sebagai kantong RMS sudah saatnya di buka dari keterisolasian, mereka perlu di berikan kesempatan untuk berinterksi secara lebih baik dengan masyarakat daerah sekitar. Desa Aboru Kabuptaen Maluku Tengah contohnya, sampai saat ini nyaris belum ada akses jalan yang memadai guna menghubungkan desa mereka dengan desa sekitar. Padahal kemiskinan dan keterisolasian dapat membuat sebuah paham atau idiologi tumbuh dengan suburnya, karana tak ada komparasi antara yang dipahami dengan realitas yang sesungguhnya.
Dengan membiarkan kemiskinan, ketidakadilan dan keterisolasian tetap terpelihara,
sebenarnya kita telah membiarkan api tetap membara dalam sekam. Sekelumit persoalan sosial seperti kriminalitas, prostiusi dan gerakan disintegrasi (Baca; RMS) tentunya, akan tetap mengemuka. Ibarat bisul yang ditutup seperti apapun pasti akan pecah. Jika tidak ingin seperti pemadam kebakaran, yang baru siaga jika ada api yang berkobar, sudah saatnya kebijakan pro rakyat harus menjadi agenda utama seluruh eleman masyarakat. Terutama pemerintah daerah yang telah diberikan amanat mengelola daerah ini. Tetap tumbuh dan berkembangnya RMS di satu sisi
dan pelanggaran HAM di sisi yang lain, sebenarnya menjadi bukti gagalnya pemerintah membangun masyarakat dan mengentas kemiskinan dan ketidakadilan di Maluku.
Copyright © 2007 RadioBakuBae.com. All right reserved.
Kirim saran, komentar, info, dan artikel ke Redaksi
RadioBakuBae.com 25-Apr-2008
Oleh: Muhammad Ikhsan Tualeka, SIP, Koordinator Mollucas Democratization Watch (MDW)
Setiap tanggal 25 April, Hari Ulang Tahun Republik Maluku Selatan (RMS) selalumenjadi momok bagi masyarakat Maluku. Memang, dan akhirnya banyak yangmenganggap bahwa RMS adalah duri dalam daging masyarakat Maluku, bahkan nasional. Mereka ada di Maluku, mungkin di beberapa Kabupaten/Kota di Maluku, di beberapa Kecamatan yang ada di Maluku, di beberapa desa yang ada di Maluku, di beberapa keluarga yang ada di Maluku, di beberapa marga yang ada di Maluku.Mereka juga orang Maluku.
Mereka makan papeda dengan colo-colo sama dengan kita. Mereka makan ikan kete-kete sama dengan kita. Mereka manyanyi lagunya Nyong Haria Saiya yang sentimental itu yang diantara syairnya " Ambon Kasian Lawange". Ini tentu menjadi fakta yang tidak dapat dinafikan. Sebab, selain aktor intelektual dan pemimpin gerakan RMS, yang misi politik-nya telah membuat daerah ini semakin terpuruk, dan sudah semestinya diberi sanksi hukum yang tegas, para pengikut RMSjuga basudara kita. Mereka dan mungkin juga kita adalah korban dari dampak kemiskinan dan ketidakadilan yang mendera negeri ini bertahun-tahun. Dampak dari kebijakan yang selama ini tidak banyak berpihak pada masyarakat miskin.
Kita bisa melihat bahwa sampai saat ini pengikut RMS banyak menghadapi aparat kepolisian. Karena ulah mereka sendiri, mereka harus menghadapi berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan di Maluku. Saat ditangkap ada yang disiksa dan dianiaya, begitupun saat memberi keterangan pada penyidik (Ambon Ekspres, 13/11/2007). Namun, apakah itu solusi yang tepat.
Bila kita membaca sejarah perilaku represif dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya pada masyarakat di dunia ini, tidak pernah mentuntaskan masalah.
Malah, masalahnya semakin besar, orang yang terkena tekanan itu malah balik mengancam dan semakin brutal.Bisa dilihat, bagaimana upaya Suharto membungkam para pembangkang Negara yang akhirnya Suharto jatuh karenanya. Bagaimana Saddam Husein memberangus para pembangakang di negeri seribu satu malam itu yang akhirnya ia tumbang karenanya. Bagaimana Invasi militer Amerika Serikat (AS) di Irak yang sampai hari ini bukannya membuat keadaan lebih baik, justru semakin menimbulkan jatuhnya korban di kedua belapihak. Bagaimana junta militer di Myanmar di protes oleh ribuan bhiksu yang turun ke jalan baru-baru ini kerena kepemimpinannya represif dan oteriter. Itu adalah hukum kausalitas alam, hukum sebab akibat. Apa yang dilakukan akan resiprok mengenai dirinya sendiri. Bila seseorang berperilaku dengan menebar rasa cinta maka cintalah yang akan ia dapatkan. Namun, bila ia menebar rasa kebencian maka kebencianlah yang akan membalik pada dirinya sendiri.
Setiap apa yang dilakukan, entah itu kebaikan dan keburukan akan mengeluarkan sinyal energi. Dan, sinyal energi itu akan kembali kepada dirinya. Siapa yang menebar benih dia akan menuai hasilnya. Di sinilah perlunya kita belajar banyak kepada misi-misi yang dilakukan oleh para Nabi dan para wali-wali Allah dan orangorang suci yang diturunkan di muka bumi ini.
Bunda Theresia adalah fakta nyata yang hidup pada zaman modern ini yang menyelesaikan ketidakadilan dan kemiskinan itu dengan berjuang dan rela berkorban untuk mereka. Bunda rela berkorban berpanas-panasan dengan menghirup udara kotor di kawasan miskin di India. Bunda tidak peduli dengan ras dan agama mereka. Yang ada hanya rasa cinta untuk membantu mereka. Dengan mengedepankan rasa cinta maka luluhlah hati para patria India tersebut. Tidak ada benak rasa benci, iri, dendam, berontak di hati mereka karena telah tertutupi dengan pancaran cinta Bunda Theresia. Para patria itu telah mendapatkan sinar cinta Bunda Theresia.
Bagaimana dengan pengikut RMS yang diantaranya adalah korban dampak kemiskinan dan ketidakadilan di Maluku. Di sini tidak ada Bunda Theresia yang lain yang menebarkan rasa cinta kepada mereka. Justru yang ada adalah kebijakan represif yang berunjung pada pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan dari aparat keamanan.
Benar tidaknya cara tersebut, yang harus dipikirkan kemudian adalah bahwa caracara seperti itu telah lama dilakukan. Namun kenyataannya, ibarat luka, lukanya semakin menganga; ibarat penyakit kulit semakin digaruk semakin luka.
Secara sosiologis kasus RMS berbeda dengan kasus-kasus sosial lainnya seperti pencurian, perampokan maupun narkoba. Kasus RMS merupakan kasus sosial dan politik yang tumbuh di masyarakat, dan ada segelintir masyarakat yang masih mengakuinya sebagai pelampiasan kekesalan terhadap kebijakan pemerintah dalam menata ekonomi dan politik. Atau menjadi bagian dari outophia karena romantisme sejarah masa lampau.
Yang pasti, fakta berbicara bahwa sebagian besar masyarakat Maluku masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan masyarakat juga dipicu oleh alam Maluku yang membuat masyarakat keenakan sehingga sering tidak sanggup menghadapi berbagai gejolak ekonomi lokal, nasional maupun global yang muncul. Perubahanperubahan yang membutuhkan kecerdasan menghadapinya tak mampu diatasi oleh masyarakat yang tertimpa keenakan seperti masyarakat Maluku.
Inilah kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat Maluku. Kondisi ini sangat berlainan dengan masyarakat di Jawa yang memang karena fasilitas akhirnya memperoleh pendidikan yang bagus yang berimplikasi terhadap kemampuan mereka dalam menghadapi segala perubahan-poerubahan yang muncul.
PERAN PEMERINTAH, TOKOH AGAMA DAN PEKERJA SOSIAL
Melihat apa yang telah dilakukan oleh Bunda Theresia serta para pekerja sosial laindalam pengentasan kemiskinan maka sudah seharusnya para tokoh agama danpekerja sosial di Maluku mengambil peran yang signifikan dalam menyelesaikanpersoalan RMS, kemiskinan dan ketidakadilan dengan difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku serta para pengusaha.
Tokoh agama dan pekerja sosial mesti lebih mengoptimalkan pendampingan terhadap masyarakat. Pemerintah Provinsi Maluku perlu membuat kebijakan pengentasan kemiskinan yang berbasis masyarakat. Kebijakan itu perlu didukung oleh DPRD yang merupakan representasi masyarakat. Para pengusaha, dengan dananya, lewat dana CSR (Cost Social Responsibilty) juga dapat berpartisipasi memberantas kemiskinan.
Perlu ada skala prioritas yang jitu dari pemerintah, pembangunan fisik daninfrastruktur sudah saatnya berbanding lurus dengan pembangunan masyarakatnya.
Mega proyek seperti pembangunan Kantor Perwakilan Maluku di Jakarta, Kantor DPRD Maluku, Rumah Dinas Wakil Gubernur Maluku, jalan-jalan keluar negeri yang dibungkus dengan studi banding serta pembangunan jembatan merah-putih senilai Rp 497 Milyar dan program lain yang project oriented perlu segera di evaluasi, karena pelaksanaannya jauh dari kebutuhan masyarakat hari ini. Sebab dana sebesar itu jika mau digunakan untuk kepentingan masyarakat tentu dampaknya
lebih signifikan dalam mengentas kemiskinan di Maluku yang kian memprihatinkan.
Selain itu, di samping upaya hukum yang serius bagi aktor intelektual dan pemimpin gerakan RMS, guna memutus mata rantai pengembangan jaringan, infiltrasi idiologi
serta berefek jera namun dengan tetap menghargai Hak Asasi Manusia. Ekstradisi terhadap Pemimpin RMS Alex Manuputy dari AS harus segera di upayakan, sehingga tidak sekedar menjadi wacana politik.
Selanjutnya, beberapa wilayah yang di kenal sebagai kantong RMS sudah saatnya di buka dari keterisolasian, mereka perlu di berikan kesempatan untuk berinterksi secara lebih baik dengan masyarakat daerah sekitar. Desa Aboru Kabuptaen Maluku Tengah contohnya, sampai saat ini nyaris belum ada akses jalan yang memadai guna menghubungkan desa mereka dengan desa sekitar. Padahal kemiskinan dan keterisolasian dapat membuat sebuah paham atau idiologi tumbuh dengan suburnya, karana tak ada komparasi antara yang dipahami dengan realitas yang sesungguhnya.
Dengan membiarkan kemiskinan, ketidakadilan dan keterisolasian tetap terpelihara,
sebenarnya kita telah membiarkan api tetap membara dalam sekam. Sekelumit persoalan sosial seperti kriminalitas, prostiusi dan gerakan disintegrasi (Baca; RMS) tentunya, akan tetap mengemuka. Ibarat bisul yang ditutup seperti apapun pasti akan pecah. Jika tidak ingin seperti pemadam kebakaran, yang baru siaga jika ada api yang berkobar, sudah saatnya kebijakan pro rakyat harus menjadi agenda utama seluruh eleman masyarakat. Terutama pemerintah daerah yang telah diberikan amanat mengelola daerah ini. Tetap tumbuh dan berkembangnya RMS di satu sisi
dan pelanggaran HAM di sisi yang lain, sebenarnya menjadi bukti gagalnya pemerintah membangun masyarakat dan mengentas kemiskinan dan ketidakadilan di Maluku.
Copyright © 2007 RadioBakuBae.com. All right reserved.
Kirim saran, komentar, info, dan artikel ke Redaksi