PENGADILAN REKAYASA
Oleh Joshua Latupatti 2002-09-26
Salam Sajahtera!
Saudara-saudara semuanya,
Saya mohon maaf karena judul di atas masih juga terdengar cukup keras dan kasar. Pengadilan sampai pada mendengarkan bekas Sekjen FKM, Henky Manuhutu, SH, dan Penjahit Bendera RMS, Netty Manuputty. Selain itu, kuasa hukum terdakwa, Christian Rahajaan, SH, meminta untuk menghadirkan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri dan Menkopolkam, Susilo Bambang Yudhoyono.
Dari sisi hukum dan keadilan, tindakan Christian Rahajaan, SH, ini tepat.
Jika FKM dituduh melakukan permufakatan untuk melawan Pemerintah yang sah, maka hal ini tidak mungkin dilakukan dengan sepengatahuan, apalagi atas restu Pemerintah yang sah. Jika FKM memang diizinkan atau memiliki surat izin dari kedua pimpinan top tersebut, apakah SK PDSD Maluku memiliki kekuatan dan legalitas hukum untuk membatalkannya?
Yang paling krusial di dalam hal ini, menurut saya, adalah bahwa karena JPU (atas restu MH) menggunakan ayat-ayat KUHAP untuk mendukung tuduhan “melawan pemerintah yang sah”, maka JPU berkewajiban mendukung tuduhannya dengan membuktikan berdasarkan sejarah dan hukum (yang kena-mengena dengan RMS, RIS, RI dan NIT) bahwa Pemerintah NKRI adalah Pemerintah yang sah.
Masakan seseorang dituduh melawan pemerintah yang sah sementara pemerinta itu sendiri tidak sah (menurut sejarah dan hukum)?
Tetapi karena pengadilan ini adalah rekayasa Pemerintah NKRI sendiri, maka usaha Christian Rahajaan, SH, ini akan ditolak habis-habisan oleh MH (Majelis Hakim) dan hanya berguna untuk mengulur-ulur waktu (jika tidak digunakan sebagai data tambahan didalam persidangan internasional nanti).
Pengadilan ini adalah pengadilan rekayasa yang bertujuan melayani kepentingan penguasa. Pengadilan rekayasa ini bukan untuk melayani keadilan. Oleh sebab itu permintaan Christian Rahajaan, SH, harus ditolak.
Apakah anda tidak ingin tahu, apa tujuannya menghadirkan Netty Manuputty di dalam persidangan ini? Dengarkan apa komentar JPU, Herman Koedoeboen, SH, mengenai kesaksian Netty Manuputty!
“Ini masih diuji. Yang jelas pokok kesaksian tadi membenarkan keberadaan RMS.”
Artinya, kehadiran Netty Manuputty di dalam persidangan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa RMS memang ada. Tidakkah tindakan ini mirip permainan anak-anak? Mengapa tidak ditunjukkan saja ketiga “tiang bendera” yang dicabut oleh Komandan Tim Investigasi, Pjohny Tangkudung dan rakan-rekannya, dari pekarangan rumah Kel. Manuputty? Siapa di dalam dunia kecil yang bernama NKRI, Maluku dan Belanda yang tidak tahu bahwa RMS itu memang masih ada? Tetapi, ada tidaknya RMS di Maluku tidak ada hubungannya dengan tuduhan “makar” tersebut, dan seharusnya bukan ke arah sana sidang rekayasa ini diarahkan (atau karena memang rekayasa jadi harus ke sana arahnya).
Faktor rekayasa semakin terlihat di dalam pernyataan JPU, Herman Koedoeboen, SH, di atas. Bagaimana tidak rekayasa? Kesaksian Sdr. Henky Manuhutu, SH, mantan Sekjen FKM yang begitu panjang lebar, hanya mampu dianalisa untuk membuktikan bahwa RMS memang ada. Padahal, kesaksian tersebut memuat isi kajian FKM bahwa “RMS adalah negara yang sah, yang dianeksasi oleh Soekarno secara illegal, sementara NKRI belum lahir dan RI adalah salah satu negara federasi dari RIS (yang menggunakan UUD-RIS). Inilah “inti” dari persoalan “makar” yang selalu “dihindari” oleh pengadilan rekayasa dan para sponsornya. JPU dan MH tahu betul bahwa hanya dengan “bermain petak umpet dengan kebenaran sejarah dan hukum”, mereka bisa berhasi menggiring kambing hitam (FKM/RMS).
Jika kegiatan “penjahitan bendera RMS” ini adalah bukti adanya RMS di
Maluku, maka ada dua jenis RMS di Maluku selama ini, yaitu “RMS yang ada” dan “RMS yang diadakan”. “RMS yang ada” itu seperti yang benderanya dijahit oleh Netty Manuputty, sedangkan “RMS yang diadakan” itu seperti yang dinyatakan oleh “ratusan bendera RMS yang diproduksi di Mesjid Al Fatah dan daerah Muslim Galunggung”, yang disita oleh Kol. K.A. Ralahalu di depan hidung sponsornya, Mayjen Suaidi Marasabessy (tentu saja beliau ini tidak akan dijadikan saksi kan Pak Herman Koedoeboen? Orang Jawa bilang, “Wong, mereka-mereka ini kan yang punya kerusuhan bersama Pemerintah kok?).
Karena sidang ini direkayasa untuk menelorkan tuduhan “makar” bagi Pimpinan dan aktivis FKM, maka seharusnya sidang ini diarahkan untuk membuktikan 3 (tiga) hal utama, yaitu bahwa (1) RMS adalah negara yang tidak sah, (2) NKRI adalah negara yang sah (juga Pemerintahaannya) dan (3). RMS adalah sumber kerusuhan Maluku (di dalam usahanya melawan Pemerintah yang sah tadi), yang keseluruhannya paralel dengan kebenaran sejarah dan berdasarkan
kebenaran hukum serta peraturan internasional yang berlaku.
Sayangnya, persidangan rekayasa ini hanya akan merupakan rekonstruksi dari sikap Pemerintah dan DPR/MPR NKRI yang hanya mampu membisu ketika ditantang untuk berdebat hukum dan sejarah oleh FKM dengan tantangan bahwa “RMS adalah negara yang sah, sementara NKRI tidak punya legitimasi”. Pemerintah NKRI tentunya harus bisa menampung dan menyalurkan aspirasi Jaffar Umar Thalib, Rustam Kastor, Din Syamsuddin, dkk, untuk membangun dan mempopulerkan image “RMS-Kristen” sebagai biang rusuh di Maluku dan menjadikan FKM sebagai tumbal demi keberhasilan proyek bersama mereka untuk menguasai Maluku.
Maluku sendiri, Salam dan Sarani, terlalu sibuk mendengarkan dan menyerap hasutan dari luar untuk saling memusuhi dan memunahkan, serta sibuk melakukan dosa dan kefasikan sama sendiri, sehingga Tuhan dan kebenaranNya enggan melawat Maluku. Kita terlalu mudah diadu untuk berkelahi sehingga hampir mati, lalu anjing ketiga tinggal menggondol tulang kita ke Jakarta.
Kita terlalu mudah terjerumus ke dalam praktek persaingan tidak sehat di antara kita, sehingga jiwa dan semangat Pela-Gandong yang tidak mempedulikan siapa yang menjadi pemimpin kita, Salam atau Sarani, mati perlahan-lahan bersama racun pembunuh adat dari Jakarta. Dan sementara kemelut ini belum juga usai, banyak yang sudah tenggelam di dalam kepuasan diri sendiri dengan minuman keras, uang panas, persundalan, penipuan, keuntungan berlipat, penggelapan bantuan, pengadan proyek paksa, ramai-ramai mendirikan LSM, dan lain-lain tindakan jijik di hadapan Tuhan.
Marilah bertobat Maluku beta! Marilah berteriak seperti Bartimeus, “Yesus, anak Daud, kasihanilah kami!” Marilah kita saling mendoakan, dan mendoakan mereka-mereka yang menyesah kita juga. Tuhan Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah yang hidup, akan segera mengarahkan wajah-Nya ke Maluku.
Salam Sejahtera!
JL.
Salam Sajahtera!
Saudara-saudara semuanya,
Saya mohon maaf karena judul di atas masih juga terdengar cukup keras dan kasar. Pengadilan sampai pada mendengarkan bekas Sekjen FKM, Henky Manuhutu, SH, dan Penjahit Bendera RMS, Netty Manuputty. Selain itu, kuasa hukum terdakwa, Christian Rahajaan, SH, meminta untuk menghadirkan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri dan Menkopolkam, Susilo Bambang Yudhoyono.
Dari sisi hukum dan keadilan, tindakan Christian Rahajaan, SH, ini tepat.
Jika FKM dituduh melakukan permufakatan untuk melawan Pemerintah yang sah, maka hal ini tidak mungkin dilakukan dengan sepengatahuan, apalagi atas restu Pemerintah yang sah. Jika FKM memang diizinkan atau memiliki surat izin dari kedua pimpinan top tersebut, apakah SK PDSD Maluku memiliki kekuatan dan legalitas hukum untuk membatalkannya?
Yang paling krusial di dalam hal ini, menurut saya, adalah bahwa karena JPU (atas restu MH) menggunakan ayat-ayat KUHAP untuk mendukung tuduhan “melawan pemerintah yang sah”, maka JPU berkewajiban mendukung tuduhannya dengan membuktikan berdasarkan sejarah dan hukum (yang kena-mengena dengan RMS, RIS, RI dan NIT) bahwa Pemerintah NKRI adalah Pemerintah yang sah.
Masakan seseorang dituduh melawan pemerintah yang sah sementara pemerinta itu sendiri tidak sah (menurut sejarah dan hukum)?
Tetapi karena pengadilan ini adalah rekayasa Pemerintah NKRI sendiri, maka usaha Christian Rahajaan, SH, ini akan ditolak habis-habisan oleh MH (Majelis Hakim) dan hanya berguna untuk mengulur-ulur waktu (jika tidak digunakan sebagai data tambahan didalam persidangan internasional nanti).
Pengadilan ini adalah pengadilan rekayasa yang bertujuan melayani kepentingan penguasa. Pengadilan rekayasa ini bukan untuk melayani keadilan. Oleh sebab itu permintaan Christian Rahajaan, SH, harus ditolak.
Apakah anda tidak ingin tahu, apa tujuannya menghadirkan Netty Manuputty di dalam persidangan ini? Dengarkan apa komentar JPU, Herman Koedoeboen, SH, mengenai kesaksian Netty Manuputty!
“Ini masih diuji. Yang jelas pokok kesaksian tadi membenarkan keberadaan RMS.”
Artinya, kehadiran Netty Manuputty di dalam persidangan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa RMS memang ada. Tidakkah tindakan ini mirip permainan anak-anak? Mengapa tidak ditunjukkan saja ketiga “tiang bendera” yang dicabut oleh Komandan Tim Investigasi, Pjohny Tangkudung dan rakan-rekannya, dari pekarangan rumah Kel. Manuputty? Siapa di dalam dunia kecil yang bernama NKRI, Maluku dan Belanda yang tidak tahu bahwa RMS itu memang masih ada? Tetapi, ada tidaknya RMS di Maluku tidak ada hubungannya dengan tuduhan “makar” tersebut, dan seharusnya bukan ke arah sana sidang rekayasa ini diarahkan (atau karena memang rekayasa jadi harus ke sana arahnya).
Faktor rekayasa semakin terlihat di dalam pernyataan JPU, Herman Koedoeboen, SH, di atas. Bagaimana tidak rekayasa? Kesaksian Sdr. Henky Manuhutu, SH, mantan Sekjen FKM yang begitu panjang lebar, hanya mampu dianalisa untuk membuktikan bahwa RMS memang ada. Padahal, kesaksian tersebut memuat isi kajian FKM bahwa “RMS adalah negara yang sah, yang dianeksasi oleh Soekarno secara illegal, sementara NKRI belum lahir dan RI adalah salah satu negara federasi dari RIS (yang menggunakan UUD-RIS). Inilah “inti” dari persoalan “makar” yang selalu “dihindari” oleh pengadilan rekayasa dan para sponsornya. JPU dan MH tahu betul bahwa hanya dengan “bermain petak umpet dengan kebenaran sejarah dan hukum”, mereka bisa berhasi menggiring kambing hitam (FKM/RMS).
Jika kegiatan “penjahitan bendera RMS” ini adalah bukti adanya RMS di
Maluku, maka ada dua jenis RMS di Maluku selama ini, yaitu “RMS yang ada” dan “RMS yang diadakan”. “RMS yang ada” itu seperti yang benderanya dijahit oleh Netty Manuputty, sedangkan “RMS yang diadakan” itu seperti yang dinyatakan oleh “ratusan bendera RMS yang diproduksi di Mesjid Al Fatah dan daerah Muslim Galunggung”, yang disita oleh Kol. K.A. Ralahalu di depan hidung sponsornya, Mayjen Suaidi Marasabessy (tentu saja beliau ini tidak akan dijadikan saksi kan Pak Herman Koedoeboen? Orang Jawa bilang, “Wong, mereka-mereka ini kan yang punya kerusuhan bersama Pemerintah kok?).
Karena sidang ini direkayasa untuk menelorkan tuduhan “makar” bagi Pimpinan dan aktivis FKM, maka seharusnya sidang ini diarahkan untuk membuktikan 3 (tiga) hal utama, yaitu bahwa (1) RMS adalah negara yang tidak sah, (2) NKRI adalah negara yang sah (juga Pemerintahaannya) dan (3). RMS adalah sumber kerusuhan Maluku (di dalam usahanya melawan Pemerintah yang sah tadi), yang keseluruhannya paralel dengan kebenaran sejarah dan berdasarkan
kebenaran hukum serta peraturan internasional yang berlaku.
Sayangnya, persidangan rekayasa ini hanya akan merupakan rekonstruksi dari sikap Pemerintah dan DPR/MPR NKRI yang hanya mampu membisu ketika ditantang untuk berdebat hukum dan sejarah oleh FKM dengan tantangan bahwa “RMS adalah negara yang sah, sementara NKRI tidak punya legitimasi”. Pemerintah NKRI tentunya harus bisa menampung dan menyalurkan aspirasi Jaffar Umar Thalib, Rustam Kastor, Din Syamsuddin, dkk, untuk membangun dan mempopulerkan image “RMS-Kristen” sebagai biang rusuh di Maluku dan menjadikan FKM sebagai tumbal demi keberhasilan proyek bersama mereka untuk menguasai Maluku.
Maluku sendiri, Salam dan Sarani, terlalu sibuk mendengarkan dan menyerap hasutan dari luar untuk saling memusuhi dan memunahkan, serta sibuk melakukan dosa dan kefasikan sama sendiri, sehingga Tuhan dan kebenaranNya enggan melawat Maluku. Kita terlalu mudah diadu untuk berkelahi sehingga hampir mati, lalu anjing ketiga tinggal menggondol tulang kita ke Jakarta.
Kita terlalu mudah terjerumus ke dalam praktek persaingan tidak sehat di antara kita, sehingga jiwa dan semangat Pela-Gandong yang tidak mempedulikan siapa yang menjadi pemimpin kita, Salam atau Sarani, mati perlahan-lahan bersama racun pembunuh adat dari Jakarta. Dan sementara kemelut ini belum juga usai, banyak yang sudah tenggelam di dalam kepuasan diri sendiri dengan minuman keras, uang panas, persundalan, penipuan, keuntungan berlipat, penggelapan bantuan, pengadan proyek paksa, ramai-ramai mendirikan LSM, dan lain-lain tindakan jijik di hadapan Tuhan.
Marilah bertobat Maluku beta! Marilah berteriak seperti Bartimeus, “Yesus, anak Daud, kasihanilah kami!” Marilah kita saling mendoakan, dan mendoakan mereka-mereka yang menyesah kita juga. Tuhan Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah yang hidup, akan segera mengarahkan wajah-Nya ke Maluku.
Salam Sejahtera!
JL.