Ambon Ekspres
_
RABU, 29 September 2010
Maluku Miskin Tanda Pemprov Gagal
Jakarta, AE.- Data Badan Pusat Stastustik (BPS) yang memosisikan Maluku di peringkat ketiga termiskian di Indonesia, adalah bentuk kegagalan Pemerintah Provinsi Maluku yang tidak mampu membawa daerah ini keluar dari belenggu kemiskinan.
Demikian ditegaskan Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) Mohamad Ikhsan Tualeka, kepada Ambon Ekspres, di Jakarta. “Ini tidak hanya menjadi indikator kegagalan pemerintah daerah, tapi juga menandai telah gagalnya upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan yang merupakan target pertama dari delapan tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs),” tandas Tualeka.
Kandidat Magister Komunikasi Politik Universitas Paramadina itu memandang, selain faktor belum jelasnya konsep dan program pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan, kurangnya kerjasama antara pemerintah Propinsi Maluku dengan kepala daerah, bupati dan wali kota juga menjadi faktor dominan.
Selain itu alokasi bujet yang diperuntukan kerap tidak jelas prioritasnya. Ia mencontohkan, bila ada alokasi dana 30% untuk pendidikan, biasanya sekitar 80% digunakan untuk biaya tidak langsung seperti gaji, operasional, dan studi banding. Sisanya 20, barulah untuk infrastruktur dan kebutuhan lain. Upaya pengentasan kemiskinan dari rakyat memerlukan investasi dan alokasi anggaran dengan porsi yang sesuai.
Anggaran belanja publik mestinya jauh lebih besar dari belanja rutin dan operasional pegawai bukan justru sebaliknya. Prioritasnya juga pada pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, perlu ada strategi yang dapat menstimulasi pertumbuhan di daerah miskin.
"Seperti kita di Maluku yang seharusnya diuntungkan dengan adanya kekayaan alam, potensi laut berupa ikan dan terumbu karang yang indah. Maluku memerlukan infrastruktur seperti transportasi dan program-program yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat,” urai Tualeka yang juga staf khusu DPR RI itu.
Potensi daerah mestinya dapat dikembangkan bukan malah terjebak pada kegiatan-kegiatan yang seremonial dan menelan anggaran besar. Faktanya usai pelaksanaan even Sail Banda saja, orang atau wisatawan yang mau ke Banda masih kesulitan transportasi. Problem yang juga menghambat penurunan jumlah penduduk miskin adalah birokrasi.
Birokrasi yang gemuk tentu menguras keuangan daerah untuk membiayai mereka, serta korupsi yang menggurita dengan spektrum yang luas di pemerintah daerah, faktanya Maluku masuk lima besar daerah terkorup membuat kepentingan masyarakat miskin menjadi semakian terabaikan. “Saya kerap perlu tegaskan lagi, tingginya angka korupsi di satu daerah selalu berbanding lurus dengan tingkat kemiskinannya,” tukas Tualeka. (FIK/FMC)
http://www.ambonekspres.com/index.php?option=read&cat=53&id=31274
Copyright 2010 Ambon Ekspres, All Right Reserved.
RABU, 29 September 2010
Maluku Miskin Tanda Pemprov Gagal
Jakarta, AE.- Data Badan Pusat Stastustik (BPS) yang memosisikan Maluku di peringkat ketiga termiskian di Indonesia, adalah bentuk kegagalan Pemerintah Provinsi Maluku yang tidak mampu membawa daerah ini keluar dari belenggu kemiskinan.
Demikian ditegaskan Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) Mohamad Ikhsan Tualeka, kepada Ambon Ekspres, di Jakarta. “Ini tidak hanya menjadi indikator kegagalan pemerintah daerah, tapi juga menandai telah gagalnya upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan yang merupakan target pertama dari delapan tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs),” tandas Tualeka.
Kandidat Magister Komunikasi Politik Universitas Paramadina itu memandang, selain faktor belum jelasnya konsep dan program pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan, kurangnya kerjasama antara pemerintah Propinsi Maluku dengan kepala daerah, bupati dan wali kota juga menjadi faktor dominan.
Selain itu alokasi bujet yang diperuntukan kerap tidak jelas prioritasnya. Ia mencontohkan, bila ada alokasi dana 30% untuk pendidikan, biasanya sekitar 80% digunakan untuk biaya tidak langsung seperti gaji, operasional, dan studi banding. Sisanya 20, barulah untuk infrastruktur dan kebutuhan lain. Upaya pengentasan kemiskinan dari rakyat memerlukan investasi dan alokasi anggaran dengan porsi yang sesuai.
Anggaran belanja publik mestinya jauh lebih besar dari belanja rutin dan operasional pegawai bukan justru sebaliknya. Prioritasnya juga pada pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, perlu ada strategi yang dapat menstimulasi pertumbuhan di daerah miskin.
"Seperti kita di Maluku yang seharusnya diuntungkan dengan adanya kekayaan alam, potensi laut berupa ikan dan terumbu karang yang indah. Maluku memerlukan infrastruktur seperti transportasi dan program-program yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat,” urai Tualeka yang juga staf khusu DPR RI itu.
Potensi daerah mestinya dapat dikembangkan bukan malah terjebak pada kegiatan-kegiatan yang seremonial dan menelan anggaran besar. Faktanya usai pelaksanaan even Sail Banda saja, orang atau wisatawan yang mau ke Banda masih kesulitan transportasi. Problem yang juga menghambat penurunan jumlah penduduk miskin adalah birokrasi.
Birokrasi yang gemuk tentu menguras keuangan daerah untuk membiayai mereka, serta korupsi yang menggurita dengan spektrum yang luas di pemerintah daerah, faktanya Maluku masuk lima besar daerah terkorup membuat kepentingan masyarakat miskin menjadi semakian terabaikan. “Saya kerap perlu tegaskan lagi, tingginya angka korupsi di satu daerah selalu berbanding lurus dengan tingkat kemiskinannya,” tukas Tualeka. (FIK/FMC)
http://www.ambonekspres.com/index.php?option=read&cat=53&id=31274
Copyright 2010 Ambon Ekspres, All Right Reserved.
Orang Miskin di Maluku Terus Meningkat
_
Kompas Jumat, 9 Mei 2008 | 20:14 WIB _
AMBON, JUMAT -- Jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku terus meningkat sejak 2004 hingga 2007. Salah satu penyebabnya adalah kegagalan progam pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan dari masing instansi pemerintah banyak yang tumpang tindih dan hanya berorientasi proyek.
Data yang diperoleh dari Lingkar Studi untuk Demokrasi Lokal (Indec), Jumat (9/5), mencatat jumlah penduduk miskin di Maluku 2004 mencapai 518.462 jiwa atau 40,6 persen. Pada 2005 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 59,6 persen dan 2006 menjadi 61 persen atau sekitar 793.000 jiwa. Pada 2007, penduduk miskin mencapai 59,15 persen dari sekitar 1,3 juta jiwa penduduk Maluku.
Adapaun jumlah pengangguran, pada 2006 mencapai 77.555 dari 492.025 angkatan kerja. Tahun sebelumnya, terdata 72.262 pengangguran, tahun 2004 ada 58.986 pengangguran, dan tahun 2003 ada 35.072 pengangguran dari 495.667 angkatan kerja.
Indec menilai kondisi ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi Maluku terus meningkat. Berdasar data Bank Indonesia Ambon, pertumbuhan ekonomi Maluku pada 2001 hanya (0.03 persen), 2002 (2,87 persen), 2003 (4,31 persen), 2004 (4,43 persen), 2005 menyentuh (5,07 persen), dan 2006 (5,38 persen).
Tahun 2005, Provinsi Maluku menganggarkan Rp 121 miliar untuk program pemberdayaan penduduk miskin. Tahun 2006, dianggarkan dana sekitar Rp 169 miliar. Pemerintah Maluku menargetkan jumlah penduduk miskin turun hingga 29 persen pada 2015.
http://nasional.kompas.com/read/2008/05/09/2014060/orang.miskin.di.maluku.terus.meningkat. _
_
Kompas Jumat, 9 Mei 2008 | 20:14 WIB _
AMBON, JUMAT -- Jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku terus meningkat sejak 2004 hingga 2007. Salah satu penyebabnya adalah kegagalan progam pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan dari masing instansi pemerintah banyak yang tumpang tindih dan hanya berorientasi proyek.
Data yang diperoleh dari Lingkar Studi untuk Demokrasi Lokal (Indec), Jumat (9/5), mencatat jumlah penduduk miskin di Maluku 2004 mencapai 518.462 jiwa atau 40,6 persen. Pada 2005 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 59,6 persen dan 2006 menjadi 61 persen atau sekitar 793.000 jiwa. Pada 2007, penduduk miskin mencapai 59,15 persen dari sekitar 1,3 juta jiwa penduduk Maluku.
Adapaun jumlah pengangguran, pada 2006 mencapai 77.555 dari 492.025 angkatan kerja. Tahun sebelumnya, terdata 72.262 pengangguran, tahun 2004 ada 58.986 pengangguran, dan tahun 2003 ada 35.072 pengangguran dari 495.667 angkatan kerja.
Indec menilai kondisi ini sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi Maluku terus meningkat. Berdasar data Bank Indonesia Ambon, pertumbuhan ekonomi Maluku pada 2001 hanya (0.03 persen), 2002 (2,87 persen), 2003 (4,31 persen), 2004 (4,43 persen), 2005 menyentuh (5,07 persen), dan 2006 (5,38 persen).
Tahun 2005, Provinsi Maluku menganggarkan Rp 121 miliar untuk program pemberdayaan penduduk miskin. Tahun 2006, dianggarkan dana sekitar Rp 169 miliar. Pemerintah Maluku menargetkan jumlah penduduk miskin turun hingga 29 persen pada 2015.
http://nasional.kompas.com/read/2008/05/09/2014060/orang.miskin.di.maluku.terus.meningkat. _
Masyarakat Maluku Masih Tergolong Miskin
DINAS PARIWISATA PROVINSI MALUKU
Senin, 20-November-2006
Masyarakat Maluku dinilai masih tergolong sebagai masyarakat miskin. Bahkansetelah beberapa kali terjadi pergantian pemimpin di provinsi ini, tidak ada program yang disusun oleh guna pengentasan kemiskinan yang mampu memecahkan masalah masyarakat tersebut.
Bahkan, tingkat kemiskinan di Maluku meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir. Hal ini disampaikan Sekretaris Fraksi Pembaharuan DPRD Maluku, Benhur G Watubun, kepada wartawan, Sabtu (18/11) kemarin di gedun _g DPRD Maluku.
Watubun mengatakan, kemiskinan ini sebagian besar disebabkan karena semakin menyempitnya lapangan pekerjaan. Bahkan kondisi ini lebih dipersulit dengan maraknya PHK oleh perusahaan-perusahaan lokal.
Selain itu, karena programprogram pengentasan kemiskinan yang disusun pemerintah daerah tidak dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Bahkan program-program tersebut terkesan hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu tanpa memperhatikan penderitaan masyarakat kecil dan lemah ekonominya.Seiring dengan tingkat kemiskinan itu, masyarakat pun mengalami beberapa kendala yang sangat memprihatinkan.
Sebut saja, air bersih yang menjadi masalah krusial di beberapa kabupaten. Di Tual saja, daerah dekat dengan pusat informasi, masih saja ada kelompok masyarakat yang belum bisa menikmati air bersih, bahkan karena mengkonsumsi air lokalan ada masyarakat yang terserang muntaber dan penyakit gondok.
"Dengan kondisi seperti itu, apakah masyarakat Maluku memang sudah benar-benar mampu memposisikan diri untuk bersaing dengan masyarakat di provinsi lain, sebagaimana yang dicanangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Provinsi Maluku?," tanyanya.
Bukan itu saja, masyarakat justru masih membutuhkan bantuan lain yang sifatnyaurgen seperti jalan, jembatan, talud maupun korban bencana alam. Sehingga pemaparan ini mementahkan usulan pembangunan gedung DPRD Maluku yangbaru.
Dia berharap agar dana daerah yang dialokasikan untuk pembangunan gedung DPRD segera dialihkan, karena gedung DPRD bisa kapan saja diperbaiki dan masihbisa dipergunakan sebagaimana mestinya.
Pembangunan gedung DPRD yang baru bisa saja dilakukan, asalkan masyarakat Maluku sudah benar-benar keluar dari kemiskinan maupun masalah lain yang masih menggelutinya seperti masalah pengungsi maupun kesehatan.
Lantas kata dia, pemerintah daerah menunda pelaksanaan pembangunan tersebut dan mengalihkan dananya untuk hal lain, seperti peningkatan kesehatan dan pemecahan masalah pengungsi. Bukan itu saja, opini juga untuk menghilangkan image buruk tentang DPRD Maluku.
"Masa kan kita bisa berada di gedung yang mewah sementara sebagian besar masyarakat kita ada yang masih merasakan penderitaan?
Pembangunan gedung DPRD Maluku kita minta ditunda saja dulu dan dananya kita gunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat," tegasnya. [M7D]
copyright © 2006 by DINAS PARIWISATA PROVINSI MALUKU