Alex Manuputty Minta Diadili Mahkamah Internasional
Liputan | 26 Augustus 2002
Liputan6.com, Jakarta: Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Manuputty meminta diadili oleh Mahkamah Internasional. Terdakwa kasus makar itu
Liputan6.com, Jakarta: Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Manuputty meminta diadili oleh Mahkamah Internasional. Terdakwa kasus makar itu
lebih banyak menyoroti peristiwa kelahiran Republik Maluku Selatan di masa lampau. "Apa yang kami lakukan bukan tindak pidana karena kami mengadakan penelitian yang tidak membahayakan orang," ujar Alex Manuputty saat menyampaikan eksepsi atas tuntutan jaksa penuntut umum pada persidangan kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/8) siang. Manuputty diadili bersama dengan pimpinan yudikatif FKM Samuel Waelaruni.
Menurut Manuputty, kasus tersebut perlu diselesaikan melalui dialog, bukan diproses secara hukum. Jika kasus tuduhan makar ini dibawa ke pengadilan, kata dia, maka pemerintah Indonesia akan kesulitan karena bisa berurusan dengan Mahkamah Internasional. Jaksa mendakwa kedua tokoh FKM itu telah melanggar Pasal 55, 64, dan 106 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang upaya makar dan kejahatan lainnya. Atas perbuatan tersebut, keduanya diancam hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Pada persidangan pertama, ketua tim kuasa hukum kedua terdakwa, Christian Rahayaan mengatakan dialog lebih efektif menyelesaikan kasus tersebut. Menurut dia, pengibaran bendera RMS di Maluku, khususnya Ambon, April silam, sebenarnya suatu bentuk protes kedua terdakwa terhadap pemerintah [baca: Kasus RMS Sebaiknya Diselesaikan Lewat Dialog].(COK/Sahlan Heluth dan Dono Prayogo)
Menurut Manuputty, kasus tersebut perlu diselesaikan melalui dialog, bukan diproses secara hukum. Jika kasus tuduhan makar ini dibawa ke pengadilan, kata dia, maka pemerintah Indonesia akan kesulitan karena bisa berurusan dengan Mahkamah Internasional. Jaksa mendakwa kedua tokoh FKM itu telah melanggar Pasal 55, 64, dan 106 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang upaya makar dan kejahatan lainnya. Atas perbuatan tersebut, keduanya diancam hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Pada persidangan pertama, ketua tim kuasa hukum kedua terdakwa, Christian Rahayaan mengatakan dialog lebih efektif menyelesaikan kasus tersebut. Menurut dia, pengibaran bendera RMS di Maluku, khususnya Ambon, April silam, sebenarnya suatu bentuk protes kedua terdakwa terhadap pemerintah [baca: Kasus RMS Sebaiknya Diselesaikan Lewat Dialog].(COK/Sahlan Heluth dan Dono Prayogo)