Alex Manuputty:
Bahan-bahan Peledak Itu Hanya Dimiliki TNI
SINAR HARAPAN | Sabtu, 26 Oktober 2002
Jakarta, Sinar Harapan - Pemimpin Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM) Dr. Alexander Hermanus Manuputty menegaskan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertanggung jawab terhadap kelompok-kelompok binaan yang menggunakan preman-preman setempat sebagai informan selama berlangsung konflik di Ambon.
Hal itu dikemukakan Alex Manuputy kepada SH dan SCTV usai sidang terhadap dirinya karena tuduhan makar terkait dengan Republik Maluku Selatan (RMS), di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (25/10).
Menurutnya, pengakuan Pangdam XVI Patimura Mayjen TNI Djoko Santoso baru-baru ini bahwa pemimpin Geng Coker Berthy Loupatty pernah menjadi informan Satgas Sandhi Yudha Kopassus di Ambon, dinilai menggambarkan tanggung jawab yang seharusnya diemban TNI.
Tanggung jawab TNI ini bukan hanya karena mereka sudah mengorganisir kelompok preman sebagai informan, tetapi juga keterlibatan TNI dalam konflik yang berlangsung di Ambon, kata Alex Manuputty. "Jumlah mereka ini cukup banyak, baik dari kelompok Muslim maupun dari kelompok Kristen. Setiap ada pengeboman di wilayah Kristen mereka lari ke wilayah Muslim, demikian sebaliknya, sehingga rakyat saling tuduh."
Menurutnya, tanggung jawab TNI bukan karena membina sejumlah preman untuk dijadikan informan, tetapi juga ditengarai menggunakan jasa para preman itu sebagai pelaksana di lapangan dalam sejumlah pengeboman di Ambon.
"Tidak mungkin rakyat yang mempunyai senjata seperti itu, bahan-bahan peledak itu hanya dimiliki oleh TNI," ujar Alex. Tertangkapnya sejumlah preman yang masuk dalam Geng Coker (cowok keren), menurut Alex, hanya merupakan puncak gunung es, karena dalam kenyataannya ada banyak kelompok pemuda yang dibina oleh Kopassus.
Mengomentari hilangnya Berthy Loupatty dari Ambon, Alex mengatakan, dilihat dari logika sebetulnya tidak mungkin jika Berthy meloloskan diri. "Bagaimana menghilang? Kalau betul-betul bukan binaan Kopassus, serahkan saja. Kenapa harus ditahan sampai saat ini? Kenapa dibiarkan lolos? Siapa yang memfasilitasi lolos dari Ambon? Kalau begini, TNI sendiri yang menghancurkan negara, bukan siapa-siapa, baru mereka mencari kambing hitam." Menurutnya, saat ini di Ambon terdapat kurang lebih 30.000 aparat militer yang berjaga.
Kapolda Maluku Brigjen Pol Soenarko DA mengatakan di Ambon, Jumat (25/10) di Ambon membantah rumor di masyarakat bahwa Berty Loupaty dan salah satu anak buahnya Hans Nanlohy sudah tertangkap. Rumor tersebut, menurut dia, tidak benar dan polisi masih memberikan kesempatan bagi kedua tersangka ini agar mau menyerahkan diri secara sukarela tapi kalau tidak diindahkan, keduanya dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi.
Jenderal berbintang satu itu tetap optimis menangkap kedua gembong ini karena cukup banyak alasan dan keterangan 15 saksi yang notabene adalah anak buahnya.
Rampung
Soenarko juga mengatakan, tim penyidik Mabes Polri telah merampungkan berkas acara pemeriksaan terhadap para pelaku aksi peledakan bom di Ambon dan Saparua (Maluku Tengah) pada tiga lokasi tempat kejadian perkara (TKP).
Ketiga aksi peledakan itu meliputi insiden Desa Porto-Haria I, Kecamatan Saparua (Maluku Tengah), penyerangan Desa Soya, Kecamatan Sirimau (Kodya Ambon) dan kasus Desa Porto-Haria II. (emy/ant)
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0210/26/nas01.html
Copyright © Sinar Harapan 2002
Bahan-bahan Peledak Itu Hanya Dimiliki TNI
SINAR HARAPAN | Sabtu, 26 Oktober 2002
Jakarta, Sinar Harapan - Pemimpin Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM) Dr. Alexander Hermanus Manuputty menegaskan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertanggung jawab terhadap kelompok-kelompok binaan yang menggunakan preman-preman setempat sebagai informan selama berlangsung konflik di Ambon.
Hal itu dikemukakan Alex Manuputy kepada SH dan SCTV usai sidang terhadap dirinya karena tuduhan makar terkait dengan Republik Maluku Selatan (RMS), di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (25/10).
Menurutnya, pengakuan Pangdam XVI Patimura Mayjen TNI Djoko Santoso baru-baru ini bahwa pemimpin Geng Coker Berthy Loupatty pernah menjadi informan Satgas Sandhi Yudha Kopassus di Ambon, dinilai menggambarkan tanggung jawab yang seharusnya diemban TNI.
Tanggung jawab TNI ini bukan hanya karena mereka sudah mengorganisir kelompok preman sebagai informan, tetapi juga keterlibatan TNI dalam konflik yang berlangsung di Ambon, kata Alex Manuputty. "Jumlah mereka ini cukup banyak, baik dari kelompok Muslim maupun dari kelompok Kristen. Setiap ada pengeboman di wilayah Kristen mereka lari ke wilayah Muslim, demikian sebaliknya, sehingga rakyat saling tuduh."
Menurutnya, tanggung jawab TNI bukan karena membina sejumlah preman untuk dijadikan informan, tetapi juga ditengarai menggunakan jasa para preman itu sebagai pelaksana di lapangan dalam sejumlah pengeboman di Ambon.
"Tidak mungkin rakyat yang mempunyai senjata seperti itu, bahan-bahan peledak itu hanya dimiliki oleh TNI," ujar Alex. Tertangkapnya sejumlah preman yang masuk dalam Geng Coker (cowok keren), menurut Alex, hanya merupakan puncak gunung es, karena dalam kenyataannya ada banyak kelompok pemuda yang dibina oleh Kopassus.
Mengomentari hilangnya Berthy Loupatty dari Ambon, Alex mengatakan, dilihat dari logika sebetulnya tidak mungkin jika Berthy meloloskan diri. "Bagaimana menghilang? Kalau betul-betul bukan binaan Kopassus, serahkan saja. Kenapa harus ditahan sampai saat ini? Kenapa dibiarkan lolos? Siapa yang memfasilitasi lolos dari Ambon? Kalau begini, TNI sendiri yang menghancurkan negara, bukan siapa-siapa, baru mereka mencari kambing hitam." Menurutnya, saat ini di Ambon terdapat kurang lebih 30.000 aparat militer yang berjaga.
Kapolda Maluku Brigjen Pol Soenarko DA mengatakan di Ambon, Jumat (25/10) di Ambon membantah rumor di masyarakat bahwa Berty Loupaty dan salah satu anak buahnya Hans Nanlohy sudah tertangkap. Rumor tersebut, menurut dia, tidak benar dan polisi masih memberikan kesempatan bagi kedua tersangka ini agar mau menyerahkan diri secara sukarela tapi kalau tidak diindahkan, keduanya dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi.
Jenderal berbintang satu itu tetap optimis menangkap kedua gembong ini karena cukup banyak alasan dan keterangan 15 saksi yang notabene adalah anak buahnya.
Rampung
Soenarko juga mengatakan, tim penyidik Mabes Polri telah merampungkan berkas acara pemeriksaan terhadap para pelaku aksi peledakan bom di Ambon dan Saparua (Maluku Tengah) pada tiga lokasi tempat kejadian perkara (TKP).
Ketiga aksi peledakan itu meliputi insiden Desa Porto-Haria I, Kecamatan Saparua (Maluku Tengah), penyerangan Desa Soya, Kecamatan Sirimau (Kodya Ambon) dan kasus Desa Porto-Haria II. (emy/ant)
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0210/26/nas01.html
Copyright © Sinar Harapan 2002